Showing posts with label Helikopter. Show all posts
Showing posts with label Helikopter. Show all posts

Indonesia Beli Dua Helikopter Latih dari Sikorsky

(MDN), Stratford - Sikorsky Aircraft mengumumkan telah menjual dua helikopter ringan S-300C™ dengan opsi lebih dari empat unit helikopter, ke IPTN North America, anak perusahaan PT Dirgantara Indonesia.

Helikopter akan digunakan TNI AD untuk melatih lebih dari 100 pilot baru dalam beberapa tahun kedepan.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan pada Maret 2012, akan meningkatkan jumlah helikopter militer, dan membutuhkan helikopter latih untuk melatih para pilot baru.

Helikopter diharapkan diserahkan akhir 2012.

Sumber:Hankam / Sikorsky

RANCANGAN HELIKOPTER PT DI DIRGANTARA COMBAT HELICOPTER GANDIWA

Hasil kerjasama Dislitbang AD dan PT DI. Dilengkapi sepasang wing pylon untuk membawa persenjataan (Universal port NATO Standard). Berbasis dari Bell 412




Karakteristik umum:
Crew: 2 (pilot, copilot/gunner)
Lenght: 17,1m
Rotor Diameter: 14,0m
Disc Area: 154,4m2
Empty Weight: 3079kg
MTOW: 5397kg
Engine: 2x Pratt and Whitney Canada PT6T-3BE Twin-Pac turboshafts, 900shp each


Performa:
Max Speed: 140knots
Cruise Speed: 122knots
Range: 745km
Service Ceiling: 20000ft
Rate Of Climb: 1350ft/min
Power: 437W/kg

Persenjataan:
M230 Chain Gun (1200 rounds)
Hardpoints: Four pylon stations on the stub wings
Rockets: Hydra 70 and CRV7
Missiles: Typically AGM-114 Hellfire variants, AIM-92 Stinger may also be carried

Source: Brosur PT DI di Rapim TNI 2012

Helicopter Memang Spesial


Helikopter merupakan pesawat yang mempunyai karakter khusus dan unik. Perfomance dan rancangannya sangat berbeda dengan pesawat bersayap tetap/fixed wing.
Vertical take off landing (VTOL) adalah salah satu keunggulan yang menjadikan helikopter sebagai pesawat dengan kemampuan khusus. Keunggulan inilah yang membuat pergerakan helikopter mempunyai flexibilitas tinggi, bisa mencapai dan mendarat di area terbatas yang tidak disiapkan sebagai runway atau landasan pacu yang tentunya tidak bisa dilakukan oleh pesawat  fixed wing.
                Ada beberapa specialisasi gerakan maupun jenis latihan yang hanya bisa dilakukan oleh helikopter diantaranya Hover, Vertical take off landing, Confinned Area, Pinnacle ridgeline, Hoist, Past roof, Rafeling dan Sling.               
Hover.
Gerakan hover merupakan dasar dari teknik menerbangkan helikopter. Mungkin Banyak yang beranggapan bahwa gerakan ini terlihat sangat gampang karena sifatnya yang statis, namun kenyataannya tak seperti yang terlihat, bahkan bisa dibilang hover merupakan gerakan yang paling sulit dan complicated. Koordinasi tangan kanan mengendalikan cyclic/stick, tangan kiri mengatur collective dan kedua kaki yang harus selalu responship terhadap segala perubahan heading/arah pesawat dengan menginjak pedal membuat Pilot harus konsentrasi penuh.
Helikopter bisa terbang seakan mengambang dengan ketinggian dan arah yang tetap membutuhkan pengertian dan pemahaman terhadap aerodinamika yang terjadi. Perlu kita ketahui beberapa gaya yang dimiliki oleh helikopter pada saat hover. Untuk membentuk konfigurasi pesawat supaya bisa hover maka pilot harus menyeimbangkan gaya-gaya tersebut sehingga jumlahnya adalah nol.
Gaya dorong (trust) harus seimbang dengan gaya hambat (drag). Gaya angkat juga harus sama nilainya dengan gaya gravitasi/berat (weight) helikopter. Selain itu pilot juga harus mengarahkan pesawat terhadap satu titik sehingga gaya yawing kiri juga harus seimbang dengan yawing kanan.
Vertical Take Off Landing (VTOL)
Latihan ini disebut juga dengan Pattern ataupun touch and go. Pattern yang dilaksanakan hampir sama dengan yang dilaksanakan oleh pesawat fixed wing dimana dalam pola pattern pesawat harus melewati cross wind, down wind, base leg dan final approach. Yang menjadi perbedaan dan ini menjadi kekhususan helikopter adalah vertical take off landing.
Apabila dilihat dari gerakannya secara kasat mata memang terlihat sama dimana pada saat take off helikopter harus mampu terbang dengan mempertahankan arah diikuti dengan bertambahnya kecepatan dan ketinggian. Namun secara teknik hal ini sangat berbeda dengan pesawat fixed wing bahkan sangat berlawanan. Pesawat fixed wing untuk menambah kecepatan dan ketinggian dilakukan dengan menambah power ke arah depan dan menarik stick ke belakang. Lain dengan gerakan yang dilakukan oleh Pilot helikopter, untuk menambah kecepatan dan ketinggian harus mengangkat collective/power keatas dan mendorong cyclic/stick kedepan, tentunya dengan teknik tertentu.
Begitu pula dengan landing, helikopter melaksanakan approach landing dengan cara menambah power dan mendorong stick sedangkan fixed wing dengan cara mengurangi power dan menarik stick ke belakang sehingga membentuk konfigurasi landing.
VTOL yang dilaksanakan saat latihan terbang dengan helikopter mempunyai peranan penting sebagai teknik dasar yang harus dimiliki oleh Pilot untuk dapat mendaratkan helikopter di spot terbatas.
Confinned Area.
Confinned area berasal dari bahasa inggris yang berarti area terbatas. Latihan ini disebut confinned area karena latihan dilaksanakan di area yang tidak disiapkan sebagai landasan pacu / runway yang tentunya dengan kondisi yang terbatas sehingga prosesnya harus melalui beberapa tahap sebagai persiapan pendaratan.
Latihan CA diawali dengan High Reccognaisance (recce), Low recce, Pattern Configuration, dummy approach, pattern, approach, ground recce dan landing. Tahapan demi tahapan tentunya mempunyai arti dan maksud tertentu sesuai dengan kebutuhan yang akan menjadi bahan evaluasi pilot dalam memutuskan apakah tempat terbatas tersebut layak untuk didarati atau tidak.
High recce merupakan pengamatan terhadap spot yang akan dilandingi dari ketinggian yang cukup tinggi atau kira-kira dari ketinggian dimana kita akan melaksanakan phase down wind yaitu kurang lebih 500 feet AGL (Above Ground Level). Dalam phase ini Pilot mengamati 5 aspek yang akan menentukan dari arah mana dan dengan tipe approach apa helikopter akan kita landingkan. Lima hal tersebut sering dikenal dengan “5S” yaitu Size(ukuran), Shape(bentuk), Souround(lingkungan sekitar), Surface(permukaan) dan Slope(kemiringan spot).
Latihan dilanjutkan dengan low recce. Pelaksanaannya sama dengan high recce namun dengan ketinggian lebih rendah. Hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi spot benar-benar aman untuk dilandingi.
Setelah pengidentifikasian selesai maka pilot bisa menentukan dari arah mana bisa landing dan dengan cara bagaimana.
Pinnacle and Ridgeline.
Tahap-tahapan latihan pinnacle and ridgeline tidak berbeda dengan latihan confinned area hanya saja latihan PR dilaksanakan di puncak gunung dan area perbukitan. Hal ini sesuai dengan namanya yaitu pinnacle and ridgeline yang berarti puncak gunung dan garis bukit.
                Faktor yang menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan approach landing sama dengan latihan CA, namun karena kondisi pegunungan yang relatif rawan terhadap terjadinya kecelakaan maka menuntut Pilot lebih konsntrasi dalam mendaratkan helikopter. Angin pegunungan yang lebih kencang dan tidak beraturan berpotensi terjadinya up draft dan down draft yang sewaktu-waktu bisa menghempaskan helikopter bila hal tersebut tidak diantisipasi. Tingkat kesulitan yang dirasakan paling rentan terjadinya kecelakaan yaitu pada saat short final approach.
Hoist
Latihan hoist merupakan latihan yang biasanya digunakan sebagai persiapan dalam operasi SAR (Search and Rescue). Hal ini sangat penting dimiliki oleh seorang pilot helikopter karena operasi ini sangat identik dengan pesawat helikopter yang mempunyai keunggulan dalam hal penyelamatan. Dalam laihan ini pilot dituntut dapat mengendalikan pesawat secara steady dan stabil sehingga proses penyelamatan bisa terlaksana dengan aman dan lancar. Selain keahlian pilot dalam mengendalikan pesawat, latihan ini juga membutuhkan suatu sistem komunikasi yang tepat antara pilot dengan regu penyelamat.

Keunikan dan keunggulan helikopter tentunya membutuhkan orang yang mampu mengopersikan secara aik dan tepat. Hal ini tentunya membutuhkan proses pelatihan yang unik, khusus dan handal. Selain jenis latihan yang khusus tadi ada beberapa latihan yang pada dasarnya biasa dilakukan baik oleh pilot pesawat fixed wing maupun helikopter, diantanya yaitu latihan navigasi, instrument, searching, terbang malam.

Anda Harus Baca Majalah Ini!!!!!

Hari ini Saya menerima Majalah Angkasa edisi 4 Januari 2012. Begitu majalah ada ditangan, Saya sudah tak sabar untuk membukanya. Bukan berlebihan namun dari covernya saja Saya sudah merasa terpanggil untuk membacanya. Desain cover yang exellent membuat rasa penasaran semakin kuat. Cara pengambilan gambar yang artistic dengan model pesawat yang cantik berpadu dengan background awan berpendar menyuguhkan pemandangan yang indah di pandang mata. Namun satu hal yang membuat majalah kali ini mempunyai daya tarik lebih, yaitu pesawat yang indah dan cantik itu adalah pesawat Colibri dari Skadron Udara 7.

PTDI Tawarkan Helikopter Pengganti Super Puma TNI AU

TEMPO InteraktifBANDUNG - PT Dirgantara Indonesia menawarkan pembuatan helikopter EC 725 dan EC 225 untuk menggantikan helikopter super puma yang dipakai TNI Angkatan Udara."Tahun 2011 kita masih harus meyelasaikan tiga pesanan pesawat super puma untuk AU, setelah itu kami akan tawarkan heli tipe lain." kata Budi Santosa, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia ketika meresmikan pembuatan komponen helikopter EC 725 dan EC 225 di Bandung, Rabu (27/1)

Menurut Budi, PT Dirgantara Indonesia sebenarnya bisa merakit seluruh pesawat heli super puma dan bell yang selama ini dirakit didalam negeri."Tapi kalau pesananya banyak, tidak satu dua tentu ada batas minilanya." ujarnya.

Sejauh ini, sudah banyak yang yang memesan. Meski begitu, Budi enggan menjelaskan biaya satu pesawat helikopter pengganti super puma yang akan ditawarkan ke Departemen Pertahanan."Tahun ini kita menargetkan proyek sebesar Rp 1,6 triliun." ujarnya. "2010 negara tetangga juga merencanakan untuk memasan pesawat."

Henry Stell Direktur Utama Eurocopter Indonesia enggan menjelaskan berapa harga yang ditawarkan dan kontrak kerjasama untuk pembuatan satu pesawat helicopter tipe CEC 723 dan EC 225 militari."Kita memberikan harga yang kompetetif, kami percaya dengan komitemen kualitas yang diberikan PT DI, kalau tidak kami tidak akan di sini," ujarnya.

Bagaimana caranya terbang IFR?

Pada keadaan cuaca yang kurang baik, terutama jarak pandang yang rendah menyebabkan penerbang tidak dapat menerbangkan pesawatnya dengan cara konvensional yaitu VFR (Visual Flight Rules).

Selain itu kemajuan teknologi penerbangan juga membuat pesawat terbang semakin cepat, terbang semakin tinggi dan sistem navigasi makin canggih. Karena itu penerbang tidak punya waktu atau bahkan tidak bisa menerbangkan pesawat dengan rujukan posisi di darat.

Lisensi
Tapi untuk terbang hanya dengan mengandalkan instrument pesawat tidak mudah, diperlukan latihan khusus dan sertifikasi khusus pula. Sertifikat ini disebut Instrument Rating (IR). Seseorang harus memiliki lisensi minimum PPL untuk bisa mengajukan permohonan mendapatkan Instrument Rating.


Kapan terbang IFR
Seorang penerbang yang kompeten untuk terbang IFR, dapat terbang secara IFR kapan saja, bahkan pada saat cuaca yang baik dan cerah. Hal ini terutama dilakukan oleh penerbang pesawat jet yang akan terbang tinggi dan perlu dipantau oleh radar ATC, sehingga harus mengikuti aturan-aturan IFR.
Pada saat cuaca kurang baik, ada keadaan minimum yang memaksa penerbang untuk terbang dengan cara IFR. Keadaan cuaca yang berada di bawah minimum VMC atau tidak memenuhi syarat VMC disebut IMC. Jika syarat keadaan cuaca tidak memenuhi keadaan VMC (Visual Meteorogical Condition), misalnya jarak pandang lebih kecil dari 5 km di bawah ketinggian 10 ribu kaki, maka penerbang tanpa lisensi IR tidak dapat menerbangkan pesawat. Di sinilah kelebihan penerbang dengan lisensi IR.
Syarat-syarat VFR untuk terbang dengan jarak tertentu dari awan juga tidak berlaku bagi penerbang dengan aturan IFR.


Bagaimana caranya terbang IFR?
Lepas landas
Untuk lepas landas dari sebuah bandar udara, seorang penerbang harus bisa melihat landasan. Dalam aturannya seorang penerbang biasa (bukan penerbang airline/membawa penumpang secara komersial) tidak ada batasan minimum untuk lepas landas dalam keadaan jarak pandang yang berapapun. Tapi seorang penerbang yang aman tidak akan terbang jika keadaan cuaca lebih jelek dari minimum untuk mendarat kembali. Mengapa? Karena jika terjadi sesuatu pada pesawat yang memaksa penerbang untuk kembali ke bandar udara keberangkatan, maka dijamin pesawat bisa kembali.
Misalnya jika seorang penerbang non komersial dengan Instrumen Rating, terbang dari bandar udara Halim Perdana Kusuma yang memiliki ILS (Instrument Landing System) Cat 1. ILS cat 1 ini mengharuskan laporan cuaca dengan jarak pandang minimum 900 meter. Meskipun secara resmi penerbang tersebut dapat lepas landas dengan jarak pandang kurang dari 900 meter, maka sebagai penerbang yang baik dia tidak akan take off dalam kondisi tersebut karena jika terjadi sesuatu maka dia tidak bisa kembali ke bandar udara Halim.
Untuk penerbangan komersial, batasannya berbeda dan lebih ketat. Kalau aturan penerbang non komersial mengikuti CASR 91 maka penerbangan komersial akan mengikuti aturan CASR 121 atau 135.

Saat terbang
Pada saat terbang, referensi yang dipakai oleh penerbang adalah hanya instrumen pesawat. Pada jaman dahulu pada saat alat navigasi belum canggih, ada awak pesawat, navigator, yang tugasnya menghitung posisi pesawat dengan cara menghitung waktu dan arah kompas pesawat.
Pada zaman modern ini, alat navigasi sangat canggih, dari radio NDB (Non Directional Beacon) yang sederhana sampai GPS yang menggunakan satelit. Penjelasan tentang radio navigasi akan disediakan di tulisan yang lain.
Pada intinya, dengan radio navigasi selain GPS, pesawat akan terbang dari satu titik ke titik yang lain dengan mengikuti sinyal radio yang dinamakan VOR (VHF Omni Range) atau NDB.

Mendarat
Ada beberapa cara untuk menemukan bandara pada waktu terbang dengan cara IFR. Cara untuk turun dari ketinggian jelajah dan mendarat ini disebut approach.
Ada dua tipe utama approach:
  1. Non precision approach
  2. Precision approach
Non Precision Approach
Non precision approach adalah tipe approach yang menggunakan VOR, NDB atau GPS. Akurasinya kurang bila dibandingkan dengan precision approach.
Pada waktu melakukan non precision approach, penerbang akan mengikuti sinyal secara horisontal dari radio navigasi dan turun sampai pada ketinggian yang disebut MDA, Minimum Decision Altitude.
Jika pada ketinggian MDA, penerbang tidak melihat landasan atau dia melihat landasan tapi posisi pesawat tidak sesuai dengan posisi landasan, maka dia harus terbang kembali, tidak boleh mendarat, ini di sebut Go Arround atau Missed Approach.
Jarak pandang yang dibutuhkan dan MDA setiap bandar udara berbeda, bahkan setiap tipe approach yang berbeda di bandara yang sama, juga bisa berbeda MDA dan jarak pandangnya.

Precision Approach
Precision approach membutuhkan alat navigasi yang lebih akurat, yang disebut ILS (Instrument Landing System) atau alat lain seperti MLS (Microwave Landing System). Pada non precision approach, penerbang hanya dipandu secara horisontal, sedangkan pada precision approach, juga ada panduan secara vertikal. Jika pada non precision ada MDA maka di precision approach ada DH (Decision Height). Pada ketinggian ini penerbang harus menentukan bisa melihat landasan atau Go Around. DH lebih rendah nilainya dari MDA. Jadi misalnya MDA untuk VOR approach adalah 500 feet maka DH untuk Cat 1 ILS biasanya adalah 200 feet.
ILS mempunyai category dari 1 sampai 3.
DH untuk ILS berbeda-beda menurut kategorinya:
  1. Cat 1 ILS mempunyai DH sampai 200 kaki
  2. Cat 2 ILS mempunyai DH antara 200-100 kaki
  3. Cat 3 ILS mempunyai DH antara 100-50 kaki (Cat 3A) atau bahkan di bawah 50 feet (Cat 3B/C)
Untuk Cat 3, harus ada kemampuan auto land karena penerbang tidak punya waktu untuk melihat landasan dari 50 kaki (sekitar 17meter)
Di Indonesia tidak ada MLS dan ILS yang ada hanyalah Cat 1.

Faktor keselamatan
Cuaca/awan
Pada waktu terbang IFR, pesawat boleh memasuki awan. Apakah hal ini aman? Jawabnya tergantung dari awan tersebut. Itulah sebabnya penerbang IFR harus memiliki kemampuan membaca laporan cuaca dan ilmu meteorologi yang cukup. Kalau tidak pesawat akan terjebak di awan hujan/ thunderstorm yang sangat berbahaya pada penerbangan. Salah satu bahayanya adalah windshear. Tulisan tentang windshear dapat anda baca di menu Keselamatan penerbangan.
Faktor manusia/Human Factor
Pada waktu terbang dengan hanya mengandalkan instrumen, maka penerbang dilatih untuk mengandalkan mata dan otak, bukan perasaan. Pelajaran ini disebut human factor. Manusia bisa tertipu oleh perasaannya, dan perasaannya tidak sama dengan posisi pesawat.
Misalkan kecepatan berkurang dengan cepat, maka yang dirasakan penumpang pesawat adalah, pesawat sedang turun. Padahal ketinggian pesawat adalah tetap.
Penerbang harus melepaskan semua perasaan ini dan percaya pada instrumen untuk mengendalikan pesawat.
Radio Navigasi
Radio Navigasi yang ada di darat harus selalu dijaga dan dikalibrasi secara teratur. Jika alat navigasi ini tidak dikalibrasi maka penerbang dapat mengikuti sinyal yang salah. Di Indonesia, kalibrasi dilakukan oleh pemerintah melalui Departement Perhubungan.

Visual Flight Rule


Pada awal perkembangan dunia penerbangan, navigasi yang digunakan untuk menerbangkan sebuah pesawat hanyalah melihat kompas dan daratan dengan mengikuti tanda-tanda alam seperti sungai, gunung, pantai dan lain-lain. Atau dapat juga dengan mengikuti jalan raya. Jadi misalnya anda menerbangkan pesawat dari Jakarta ke Semarang, maka tanda alam (landmark) yang diikuti adalah pantai utara pulau Jawa. Cara terbang seperti ini mengikuti aturan yang disebut VFR (Visual Flight Rules).

Image
terbang menyusuri pantai

Cara seperti ini punya keterbatasan, yaitu keadaan cuaca dan jarak pandang yang harus bagus. Kecepatan pesawat yang relatif tinggi mengharuskan jarak pandang yang cukup jauh. Dan keadaan cuaca seperti hujan dan kabut dapat mengakibatkan jarak pandang yang berkurang. Kondisi cuaca untuk menerbangkan pesawat dengan aturan VFR disebut VMC (Visual Meteorological Condition).
Dalam perkembangannya, teknologi penerbangan memungkinkan penerbang untuk menerbangkan pesawat tanpa melihat keluar, hanya mengikuti panduan instrument di dalam pesawat. Cara terbang seperti ini disebut IFR (Instrument Flight Rules). Tentang IFR akan dibahas di bagian Intrument Rating.
Seorang siswa penerbang atau penerbang dengan hanya lisensi PPL (Private Pilot License) hanya dibolehkan terbang dengan cara VFR.


Visual Meteorological Condition
Jarak Pandang (Visibility)
Di bawah 10 ribu feet
5 km
Di atas 10 ribu feet
8 km


Pada dasarnya untuk terbang dalam kondisi visual, keadaan cuaca harus cukup baik untuk mempunyai jarak pandang minimum 5 km, untuk terbang di bawah 10 ribu feet. Di atas 10 ribu feet jarak pandang minimum adalah 8 km. Namun perhatikan bahwa tidak boleh ada penerbangan VFR di atas transition altitude 11 ribu feet (di CASR masih tertulis 18 ribu feet, akan dikoreksi kemudian? Wallahua'lam). Mengenai transition altitude ini akan dibahas di pelajaran yang lain.

Jarak dari awan
1000 feet di atas awan
1000 feet di bawah awan
1500 feet horisontal dari awan
Image
Image
Image
Jika jarak pandang sudah memenuhi syarat, maka untuk terbang VFR ini kita juga harus menjaga jarak pesawat dari awan. Karena dalam penerbangan VFR tidak diijinkan untuk terbang masuk ke dalam awan.


Terbang malam hari
Terbang malam hari dengan aturan VFR tidak diijinkan, Jadi satu-satunya cara untuk terbang pada malam hari adalah menggunakan aturan IFR.

Peraturan lain untuk terbang VFR


Bahan Bakar
Jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk terbang VFR adalah bahan bakar yang diperlukan untuk sampai ke tujuan di tambah 30 menit terbang dengan kecepatan normal.


Terbang dari A ke B=


Jumlah bahan bakar = (yang dibutuhkan dari A ke B) + (ekstra untuk 30 menit)

catatan: untuk rotorcraft hanya perlu 20 menit ekstra.


ATC Flight Plan
Sebelum terbang, ATC (Air Traffic Controller) harus diberitahu tentang rencana penerbangan ini, dengan mengirimkan ATC flight plan ke briefing office yang biasanya ada di tower bandar udara. Kecuali informasi lain dibutuhkan oleh ATC, flight plan ini harus berisi:
  1. Registrasi atau radio call sign pesawat.
  2. Tipe pesawat, untuk terbang formasi lebih dari satu pesawat dibutuhkan informasi: jumlah pesawat dan tipe masing-masing pesawat.
  3. Nama dan alamat Pilot in Command, atau dalam terbang formasi: nama dan alamat pemimpin formasi.
  4. Tempat dan waktu keberangkatan
  5. Permohonan rute, ketinggian dan kecepatan
  6. Tempat tujuan pertama dan waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke tempat tersebut
  7. Jumlah bahan bakar di pesawat, dalam hitungan jam, misalkan membawa 100 kg untuk 3 jam, maka ditulis 3 jam.
  8. Jumlah orang yang ada di pesawat.
  9. Informasi lain yang dianggap perlu oleh ATC.


Setelah pesawat terbang sesuai dengan flight plan, maka flight plan ini akan di cancel atau dibatalkan oleh ATC pada saat pesawat mendarat di bandar udara tujuan, dengan syarat fasilitas ATC yang beroperasi di bandar udara tersebut.


CATATAN PENTING: Hubungi ATC terdekat pada waktu anda sampai di tujuan, untuk membatalkan flight plan. Jika tidak ada laporan mengenai kedatangan anda, normalnya dalam waktu 30 menit tim SAR (Search and Rescue) akan dihubungi oleh ATC.


ALTITUDE
Ketinggian terbang yang harus dipilih oleh penerbang adalah tergantung arah kompas dari rute yang dijalani.
CASR Indonesia menganut sistem Quadrantal yang membagi arah kompas menjadi 4 bagian:
  1. Arah 000°-090° : Ganjil dalam ribuan feet, contohnya 3000ft, 5000 ft
  2. Arah 090°-180° : Ganjil dalam ribuan feet + 500 feet, contohnya 3500ft, 5500 ft
  3. Arah 180°-270° : Genap dalam ribuan feet, contohnya 4000ft, 8000 ft
  4. Arah 270°-000° : Genap dalam ribuan feet + 500 feet, contohnya 4500ft, 2500 ft
Image

Contohnya, terbang dari A ke B, membutuhkan arah sekitar 080°, maka ketinggian yang dapat dipilih adalah ganjil dalam ribuan feet: 3000 ft, 5000 ft, 7000 ft, 9000 ft.


SPECIAL VFR
Special VFR dapat dibaca pada CASR 91.157. Penulis tidak membahas tentang hal ini untuk penerbangan di Indonesia, karena aplikasinya di Indonesia masih belum jelas bagi penulis. Masih ada masalah unit yang belum di konversi seperti miles yang belum di ubah ke kilometer.
Tapi sebagai gambaran di USA FAR, perbedaan basic VFR dengan special VFR ini sebagai berikut, (semua penjelasan di bawah tidak berlaku di Indonesia!):
Di USA, Basic VFR tidak memerlukan ATC flight plan dan ijin (clearance), dan night VFR diperbolehkan. Dengan keterbatasan jarak pandang (3 miles di USA), kadang-kadang sebuah penerbangan VFR diperlukan, oleh karena itu dibuatlah special VFR.
Dengan special VFR ini, seorang penerbang dapat terbang dengan jarak pandang yang lebih rendah (1 miles) dengan catatan:
  1. Mengisi flight plan dan mendapatkan clearance (ijin) dari ATC
  2. tidak boleh masuk awan tapi batasan 1000 feet dan 1500 feet dari awan tidak berlaku.


Di Indonesia, penerbangan basic VFR pun membutuhkan clearance. Jadi tidak ada bedanya dengan Special VFR. Di sinilah kerancuan terjadi. Belum ada perubahan sejak US FAR di adopsi oleh CASR.


Referensi:CASR part 91.151 -91.159 Rev 01. 18 Oct 2001

Safety Around Helicopter


Kegiatan sehari-hari yang terus berkutat di sekitar pesawat Heli membuat saya sangat memperhatikan tentang safety around helicopter. Hal ini sebagai sikap untuk mencegah segala kemungkinan accident / incident di sekitar lingkungan kerja saya.

Sebelumnya saya sangat berterima kasih kepada reken-rekan yang telah memberikan pencerahan lewat website nya tentang hal ini. (Ilmuterbang.com, Helistart.com)

Tidak diragukan lagi bahwa menerbangkan helikopter itu adalah pekerjaan yang unik, itu sudah saya buktikan sendiri.Sekarang bagaimana kalau jadi penumpang atau sebagai teknisi yang berada di sekitar pesawat heli, apakah ada procedure yang uni juga?

Kebanyakan penerbangan helikopter adalah penerbangan charter, dimana misinya akan tergantung pada kebutuhan orang atau perusahaan yang menyewa helikopter tersebut. Misi yang sering dilakukan adalah transportasi ke daerah terpencil, air ambulance, aerial photography, pengambilan gambar untuk film, pemetaan, dan lain-lain. Jadi penumpang atau penyewa helikopter harus tahu batasan yang bisa dan yang tidak bisa dikerjakan oleh penerbang helikopter.


Beberapa Hal yang harus diperhatiakan oleh kita:

* permintaan yang masuk akal, tidak melewati batasan kemampuan helikopter
* mendukung keputusan penerbang yang dengan alasan keamanan tidak bisa melakukan manuver tertentu
* mengetahui:
1. bagaimana cara masuk dan keluar dari helikopter.
2. prosedure di darat dan udara.
3. lokasi dan penggunaan alat keamanan dan survival kit.
4. prosedur darurat
5. apa yang diharapkan dari anda selama penerbangan.


Jika harus masuk atau keluar pada saat helikopter melakukan hover, lakukan dengan perlahan-lahan untuk menjaga keseimbangan helikopter


Di darat

* berpakaian sesuai dengan musim.
* beri informasi pada penerbang mengenai:

1. berat bagasi anda.
2. jika memiliki masalah kesehatan.
3. juga beritahu jika anda mudah mabuk dalam kendaraan.

* Jangan merokok di dalam dan di sekitar helikopter.
* Tetap berada di sisi luar helipad ketika helikopter datang atau lepas landas.



Jaga pakaian dan tutup kepala agar tidak terbang tertiup angin yang datang dari rotor. Jangan mengejar pakaian/topi yang terbang tertiup angin.

* jaga pakaian dan tutup kepala dari tiupan angin yang datang dari rotor.
* lindungi mata anda dari debu yang tertiup oleh rotor.

Lindungi mata anda dari debu yang tertiup oleh rotor. Jika mata anda kemasukan debu, BERHENTI dan tunggu bantuan datang.

* hindari berada di helipad.
* tunggu instruksi untuk mendekati atau meninggalkan helikopter.
* datang dan tinggalkan helikopter ke sisi atau ke depan helikopter, JANGAN pernah ke belakang helikopter.

Datang dan tinggalkan helikopter ke sisi atau ke depan helikopter, JANGAN pernah ke belakang helikopter. Daerah merah adalah terlarang, kuning hati-hati, hijau adalah yang paling aman


* kalau mungkin tunggu sampai rotor berhenti berputar.
* dekati dan jauhi helikopter dari sisi yang lebih rendah (misalnya permukaan tanah yang lebih rendah dari tempat helikopter mendarat) untuk menghindari rotor.

dekati dan jauhi helikopter dari sisi yang lebih rendah (misalnya permukaan tanah yang lebih rendah dari tempat helikopter mendarat) untuk menghindari rotor.


* bawa barang di sisi anda, jangan dipanggul atau di atas kepala.

bawa barang di sisi anda, jangan dipanggul atau di atas kepala atau lebih tinggi dari kepala.



* jangan melempar barang masuk atau keluar dari helikopter.



* masukkan barang dan ikat dengan rapi agar tidak bergerak.
* yakinkan pintu bagasi tertutup dengan rapi dan terkunci.
* bawa cadangan obat-obatan yang anda perlukan, karena siapa tahu ada kelambatan penerbangan.


Jangan masuk atau keluar helikopter pada saat mesin baru dinyalakan




Di dalam Helikopter

* pakai sabuk pengaman.
* pakai helem jika ada.
* jangan ganggu penerbang pada waktu lepas landas, mendarat atau bermanuver.
* baca cara penggunaan dan pengoperasian pintu, pintu darurat, lokasi ELT (emergency locator transmitter) dan alat darurat.



Dalam keadaan darurat:

* ikuti perintah penerbang.
* jangan membuat penerbang terganggu.
* periksa jika ada barang yang mudah jatuh/bergerak.
* pakai helem jika ada.
* lepaskan kacamata dan masukkan ke kantong.
* siapkan brace position (posisi membungkuk pada waktu mendarat darurat).

1. kencangkan sabuk pengaman.
2. jika ada sabuk yang ke bahu, kencangkan dan duduk tegak, lutut rapat, lengan dilipat di depan dada.
3. tanpa sabuk yang ke bahu, menunduk sehingga dada anda menempel ke paha, lengan dilipat dibawah paha.




Setelah mendarat darurat

* Tunggu aba-aba untuk keluar atau tunggu sampai rotor berhenti berputar.
* bantu penumpang lain untuk keluar.
* keluarkan kotak PPPK setelah tidak ada api.
* kerjakan PPPK.
* keluarkan ELT, baca cara pakai dan aktifkan.
* buat kemah sebisa mungkin.
* usahakan tempatnya terlihat dari udara.
* jangan pergi jauh dari pesawat.



Waktu terbang di atas air

* dengarkan penjelasan penerbang pada waktu briefing (overwater pre flight briefing).
* pakai pelampung (life vest).
* harus tahu cara mengikat dan melepaskan sabuk pengaman.
* tahu lokasi dan cara penggunaan pintu dan pintu darurat.
* tahu lokasi dan penggunaan ELT.
* jika ada keadaan darurat (ditching, mendarat di air):

1. ikuti aba-aba penerbang untuk ditching.
2. lepaskan kerahh yang ketat.
3. posisi brace/merunduk pada waktu diberi aba-aba.
4. Tunggu aba-aba untuk keluar atau tunggu sampai rotor berhenti berputar.
5. reference position
6. lepas sabuk pengaman
7. kembangkan pelampung setelah keluar dari helikopter

keterangan:
artikel ini di copy dari www.ilmuterbang.com
teks diterjemahkan secara bebas dari Safety Around Helicopters, Transport Canada,
gambar diambil dari poster Safety Around Helicopters, New Zealand CAA.

Visibility


Visibility: The ability, as determined by atmospheric conditions and expressed in units of distance, to see and identify prominent unlighted objects by day and prominent lighted objects by night.
a. Flight Visibility — The visibility forward from the cockpit of an aircraft in flight.
b. Ground Visibility — The visibility at an aerodrome as reported by an accredited observer.
c. Runway Visual Range (RVR)— The range over which the pilot of an aircraft on the centerline of a runway can see the runway surface markings or the lights delineating the runway or identifying its centerline.
Visibility atau jarak pandang sangat penting penggunaannya dalam penerbangan. Dalam sebuah penerbangannya, pilot maskapai kita ilmuterbang airlines, mendapatkan data cuaca terbaru dari ATIS bandar udara Polonia Medan:
METAR: 2009/09/13 23:30 WIMM 132330Z 000/03KT 6000 FEW016CB BKN017 25/24 Q1010 NOSIG (angka 6000 menunjukkan jarak pandang)
Dari informasi yang didapat, penerbang dapat mengetahui apakah jarak pandang yang dilaporkan nilainya di atas minima yang dibutuhkan untuk mendarat, dan sebagai informasi kepada pelanggan setia maskapai penerbangan ilmuterbang airlines, dia memberikan pengumuman:
“Pelanggan yang terhormat, saat ini kita baru saja turun dari ketinggian jelajah 41000 kaki menuju bandar udara Polonia Medan. Cuaca saat ini dilaporkan angin bertiup dari arah utara dengan kecepatan kurang lebih 5 km/jam dan jarak pandang 6000 meter, serta berawan. Kami harap anda menikmati penerbangan kita hari ini dan selamat datang di Medan
Di bawah ini diuraikan penggunaan visibility dalam penerbangan. Sedangkan tentang minima dibahas dalam artikel berikut: Konsep Minima

Visibility

Visibility didapat dari seorang observer yang terlatihVisibility didapat dari seorang observer yang terlatih
Visibility atau jarak pandang adalah kemampuan melihat jarak horisontal terjauh di mana sebuah objek yang jelas dapat terlihat dengan mata telanjang dan diungkapkan dalam satuan jarak.
Jadi di Indonesia laporan dari Kantor Meteorologi di sebuah bandar udara akan melaporkan visibility ini dalam satuan meter sedangkan negara lain mungkin menggunakan satuan kaki sebagai satuan jarak pandangnya. Visibility adalah salah satu faktor yang menentukan boleh tidaknya sebuah pesawat terbang atau mendarat di sebuah bandar udara. Minimum visibility dan tingginya dasar awan yang diperlukan disebut minima. Pada laporan ATIS di atas tinggi dasar (permukaan bawah) awan adalah 1700 kaki dari permukaan tanah.
Visibility di sajikan dalam kelipatan 50 meter jika diramalkan akan lebih dari 800 meter tapi kurang dari 5 km, dalam kelipatan 100 meter jika lebih dari 5 km tapi kurang dari 10 km dan dituliskan 10km jika visibility adalah 10 km atau lebih.





REKOMENDASI ICAO. - When the visibility is forecast to be less than 800 m it should be expressed in steps of 50 m; when it is forecast to be 800 m or more but lessthan 5 km, in steps of 100 m; 5 km or more but less than 10 km in kilometre steps and when it is forecastto be 10 km, or more it should be expressed as 10 km, except when conditions of CAVOK are forecast to apply. The prevailing visibility should be forecast. When visibility is forecast to vary in different directions and the prevailing visibility cannot be forecast, the lowest forecast visibility should be given.

CAVOK

Dalam laporan cuaca sering juga ditulis CAVOK yang berarti Ceiling and visibility OK.
Ceiling And Visibility OK. Replaces visibility RVR, present weather and cloud if:
(1) Visibility is 10 km or more
(2) No cumulonimbus, towering cumulus and no other cloud below 1 500 m (5 000 ft) or below the highest minimum sector altitude, whichever is greater, and
(3) No significant present weather
METAR: 2009/09/13 23:30 WIMM 132330Z 000/03KT CAVOK 25/24 Q1010 NOSIG
Jadi jika cuaca baik maka biasanya laporannya bisa disebutkan dengan kata CAVOK yang berarti:
1.      Jarak pandang lebih dari 10km
2.      tidak ada awan CB (Cumulonimbus), Towering CB dan awan lain di bawah 1500 meter (5000 feet) atau dibawah MSA (Minimum Sector Altitude)
3.      Tidak ada keadaan cuaca yang signifikan.


RVR

RVR adalah singkatan dari Runway Visual Range, yaitu jangkauan dimana penerbang di sebuah pesawat di atas landasan dapat melihat tanda-tanda atau lampu-lampu di landasan dan dapat mengenali garis tengah landasan.
RVR adalah Bukan Visibility. RVR biasanya adalah nilai yang didapat oleh alat yang disebut transmissometer yang biasanya dipasang di sisi landasan.
Biasanya ada 3 transmissometer yang di pasang di sisi landasan, 2 di masing-masing sisi ujung landasan dan 1 di sisi tengah landasan. Oleh sebab itu dalam laporan cuaca selain disebut nilai RVR juga disebutkan di landasan mana pengukuran tersebut dilakukan.

Transmissometer, pengukur RVR
Transmissometer, pengukur RVR

Konversi RVR ke visibility

Bagaimana jika seorang penerbang datang ke suatu bandara dan minima yang tertulis di approach chartnya adalah visibility sedangkan laporan cuaca ATIS memberikan angka RVR?
Di CASR part 91.175.h ada konversi RVR ke visibility. Sayangnya karena CASR ini adalah adopsi dari US FAR dari Amerika Serikat, maka satuan yang dipakai masih feet dan statute mile atau mil. Padahal yang dibutuhkan oleh penerbang kita adalah visibility dalam meter. Semoga dalam revisi selanjutnya nilai ini bisa diberikan dalam meter.
RVR bukanlah visibility jadi sebaiknya hindari konversi dari tabel ini jika visibility yang kita butuhkan adalah dalam meter, bukan feet ataupun miles. Hubungi ATC, mintalah nilai visibility terbaru.

RVR
Visibility
Meters
Feet
Statute miles
400
800
1,000
1,200
1,400
1,600
2,000
1,600
2,400
3,200
4,000
4,500
5,000
6,000
¼
½
_
¾
_
1



GERAKAN-GERAKAN YANG TERDAPAT PADA MAIN ROTOR HELI



Feathering.
Feathering adalah perubahan sudut pitch. Perubahan ini dapat dikendalikan baik oleh collective maupun cyclic. Dengan demikian, feathering adalah untuk mengurangi atau menambah Total Rotor Thrust.
Flapping.
Flapping adalah gerakan daun-daun rotor keatas dan kebawah terhadap rotor hub. Flapping ini akan terjadi apabila terdapat prubahan pada kedudukan collective atau cyclic, prubahan dalam rpm rotor, prubahan pada kecepatan dan arah yang terjadi pada keadaan-keadaan tertentu. Pada helicopter berdaun rotor dua, tidak mempunyai poros flapping. Kedua daun rotor terikat erat pada rotor head. Flapping dimungkinkan karena adanya system see saw. Rotor head itu saja yang bergerak keattas dan kebawah sebagai ganti dari flapping.
Untuk dapat flapping, maka pada rotor head – kecuali pada system rigid dan yang berdaun rotor dua – diperlengkapi dengan poros flapping. Adapun guna dan pengaruh poros flapping adalah:
1. Memungkikan miringnya piringan tanpa memiringkan mast.
2. Menghilangkan lenturan pada pangkal daun-daun rotor dan memungkinkan untuk bebas bergerak keatas dan kebawah serta membentuk kerucut.
3. Gerakan bebas untuk flapping ini, memungkinkan daun-daun rotor mengurangi kepekaan terhadap angin nakal (misalnya apabila daun-daun rotor bergerak keatas, ia akan merubah lintasannya dan mengurangi angle of attack dan gaya angkatnya karenanya memabatasi besarnya flapping).
4. Pada helicopter yang mempunyai daun-daun rotor utama tunggal, poros flapping terutama untuk mengatasi adanya beban centrifugal yang tinggi.
5. Pergerakan bebas dari daun-daun rotor untuk flapping tergantung pada kekuatan centrifugal pada kedudukan dan kekauannya.
6. Poros flapping memperkanalkan keadaan dinamik, terkenal sebagai Geometric unbalance yang menyebabkan tekanan lenturan pada pangkal daun-daun rotor pada bidang putaran (hal ini akan diterangkan kemudian).
7. Keadaan geometric unbalance timbul apabila ujung lintasan daun rotor dan bidang putaran hub tidak sejajar.
8. Agar supaya dapat mempertahankan kecapatan perputarannya secara teratur.
Dragging.
Dragging adalah gerakan bebas (namun mengikuti hokum hukum tertentu) dari tiap tiap daun rotor terhadap bidang putaran. Untuk mencegah tekanan lentur pada pangkal daun-daun rotor, maka daun-daun rotor diberi kebebasan bergerak pada poros vertical, tetapi gerakannya dibatasi untuk mencegah getaran-getaran yang tidak kita inginkan.
Pada sementara helicopter dengan dua daun rotor tidak mempunyai peredam drag ini, tetapi setiap daun rotor mempunyai peredam drag, yaitu untuk menyerap tekanan-tekanan drag. Untuk dapat dragging, pada rotor head diperlengkapi dengan poros dragging. Adapun guna pengaruh poros dragging adalah sebagai berikut:
1. Membebaskan tekanan yang disebabkan geometric unbalance.
2. Membebaskan tekanan yang disebabkan oleh percepatan rpm yang tiba-tiba.
3. Untuk mengatasi tekanan centrifugal yang tinggi.
4. Adanya poros dragging menimbulkan problem resonance.
Dragging terjadi karena:
1. Perubahan drag secara berkala, apabila helicopter bergerak secara horizontal, maka angle of attack tiap-tiap daun rotor harus berubah secara teratur untuk memperrtahankan kedudukan piringan daun-daun rotor. Pergantian angle of attack ini mengakibatkan pergantian rotor drag, menyebabkan adanya gerakan yang mendahului dan gerakan yang terlambat, yaitu kecepatan yang makin naik dan kecepatan menurun.
2. Geometric unbalance, apabila helicopter masih ditanah, maka radius pusat gaya berat daun-daun rotor relative terletak pada sumbu putaran dan akan tetap selama daun-daun rotor berputar. Apabila cyclic digerakan, salah satu daun rotor akan naik dan lainnya akan akan turun untuk mengahasilkan perubahan dalam kedudukan piringan. Kalau helicopter masih didarat, sumbu putaran tidak akan berubah. Dengan demikian radius pusat gaya berat tiap-tiap daun rotor yang relative terletak pada hub akan selalu berubah selama menempuh putaran 360°.
Berdasarkan hokum kekekalan angular momentum, maka apabila jari-jari piringan daunrotor mengecil, daun-daun rotor mengecil, daun-daun rotor akan mencoba untuk mempercepat diri dan apabila jari-jari piringan daun rotor membesar, daun-daun rotor akan berusaha untuk memperlambat diri, pengaruh yang samaakan terjadi apabila helicopter terbang kedepan.
3. Hookes Joint Effect. Effect ini sulit untuk dijelaskan, tetapi dasarnya adalah gerakan-gerakan dari tiap daun rotor untuk menempatkan kembali pada kedudukannya relative terhadap daun rotor lainnya, apabila cyclic digerakan. Pengaruhnya mirip dengan gerakan pusat gaya berat daun-daun rotor yaitu relative ke hub seperti terdapat pada geometric unbalance. Bayangkan bahwa daun-daun rotor berputar pada keadaan tidak ada angin.
System Daun-daun Rotor Helikopter.
Ada tiga macam system daun-daun rotor utama helicopter:
1. Fully Articulated Rotor Head. Daun-daun rotor dapat bergerak secara feather, flap dan drag dan ini dilakukan sendiri-sendiri. Contoh terdapat pada pesawat-pesawat: Hughes 500, Mi-4 dan lain-lain.
2. Semi Rigid Rotor Head. Daun daun rotor dapat bergerak secara feather, flap (secara system see saw). Contoh pada pesawat Bell 47, jet ranger.
3. Rigid Rotor Head. Daun-daun rotor hanya dapat bergerak secara feather. Dragging dan flapping dilayani oleh daya lentur daun-daun rotor. Rigid membutuhkan bahan-bahan yang kuat, tetapi mempunyai daya lentur yang tinggi. Contoh pada Bolkow 105.

AUTOGYRO DAN HELIKOPTER


Sebelum kita melanjutkan uraian tentang pokok pembicaraan kita, ada baiknya kalau kita menerangkan perbedaan antara Autogyro dan Helikopter, karena kedua jenis pesawat tersebut sering dicampur adukan atau menimbulkan salah faham.

Keduanya memang serupa, karena keduanya mempunyai daun rotor utama. Kalau Autogyro, daun rotor utamanya diputar oleh tenaga yang terpisah dari rotor, tegasnya diputar oleh angin setelah pesawatnya mendapatkan kecepatan. Karenanya Aotugyro memerlukan landasan yang pendek untuk lepas landas dan mendaratnya. Sedangkan helicopter, selain lebih komplek susunannya, tenaga diperoleh lewat suati transmisi langsung kebaling-baling utama. Hal ini memungkinkan gerakan lepas landas dan mendarat tanpa memerlukan landasan. Dalam hal ini helicopter dapat hover, terbang kesamping, kebelakang. Semua kemampuan ini tidak dapat dilakukan oleh aotugyro dan karena itu helicopter lebih luas dipakai daripada aotogyro.

Macam-Macam Helikopter.

Banyak Negara di dunia ini yang membuat pesawat terbang, khususnya helicopter. Dari sekian Negara, terdapat sekian pabrik dan sekian pula ahli-ahlinya. Tentu saja dari saekian ahli timbul berbagai-bagai teori ataupun ide-ide yang mengahasilkan type pesawat yang berlainan. Dan type-type inilah yang akan kita bicarakan sekarang.

Ditinjau dari tempat baling-baling utama, maka helicopter dibagi menjadi:

1.Berotor tunggal.
2.Berotor muka belakang.
3.Berotor berdampingan.
4.Berotor bersusun.

Ditinjau dari system rotor hub dibagi menjadi:

1.Fully articulated.
2.Semi rigid.
3.Rigid.

Definisi.

Dibawah ini disajikan sedikit definisi sekedar perkenalan, definisi-definisi lainya akan diterangkan dalam uraian selanjutnya.

Airfoil Setiap bentuk benda yang mendapatkan reaksi dinamik yang berguna dari udara.

Rotor : Suatu airfoil yang diputar.

Span : Jarak maksimum dari pangkal rotor keujung daun rotor diukur dari garis pusat daun rotor ke ujung daun rotor.

Chord : Garis khayal yang menghubungkan Leading edge dan Trailingedge pada suatu airfoil.

Aspect ratio : Perbandingan antara Span dan Chord.

Aspect ratio = Span / Chord

Centre of gravity :Titik maya dimana resultant dari semua kekuatan aerodinamik dari aerofoil diperkirakan berpusat.

Relative wind :Arah aliran yang mennuju ke airfoil. Ini dipengaruhi oleh beberapa factor termasuk putaran daun-daun rotor, gerakan helicopter, flapping, arah dan kecepatan angin.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More