Showing posts with label Penerbangan. Show all posts
Showing posts with label Penerbangan. Show all posts

Awan yang Sering Berpengaruh Pada Penerbangan

Awan menurut bentuknya terbagi menjadi beberapa jenis :
  1. Awan Kumulus adalah awan yang bentuknya seperti bunga kol. Awan ini terjadi karena proses konveksi. Secara lebih rinci awan ini terbagi dalam 3 jenis, yaitu: strato kumulus yaitu awan kumulus yang baru tumbuh, kumulus, dan kumulonimbus yaitu awan kumulus yang sangat besar dan mungkin terdiri beberapa awan kumulus yang bergabung menjadi satu.

gb. Strato Comulus


gb. Comulus


gb. Comulus Nimbus (Cb)




    2.   Awan Stratus, yaitu awan tipis yang tersebar luas dan menutupi langit secara merata.




     gb. Stratus

    3.  Awan cirrus adalah awan tinggi dengan ciri-ciri tipis, berserat seperti bulu burung. Pada awan ini terdapat kristal-kristal es. Terkadang puncak awan cirrus bergerak dengan cepat. Arah anginnya juga dapat bervariasi.
    Awan Cirrus terbentuk ketika uap air membeku menjadi kristal es pada ketinggian diatas 8000 meter.


     
    gb. Cirrus

    contoh pengisian FLIGHTPLAN

    pS frens yang budiman, Captain ingin berbagi lagi,kali ini kita refresh kembali tentang pengisian flight plan. Sebagai contoh pengisian FLIGHTPLAN, kita akan terbang dengan menggunakan Boeing 737-400 Garuda Indonesia, dengan nomor penerbangan GIA734, dari Jakarta (WIII/CGK) ke Surabaya (WARR/SUB)

    Setelah langkah di atas, mari kita ikuti tahapan pengisian FLIGHTPLAN kita :

    1. Aircraft Identification/Callsign




    2. Flight Rules yang akan kita gunakan



    Untuk penerbangan ini kita memilih "I - IFR" berarti kita menggunakan IFR (full Instrument Flying Rules).
    V untuk VFR.

    3. Type of Flight



        * S if scheduled services (commercial flight according time-table)
        * N if non-scheduled Air Transport Operations (occasional commercial flight)
        * G if General Aviation (non-commercial flight)
        * M if Military (jetfighter or similiar)
        * X if other than any of the defined categories above (State Flight "VVIP", Search And Rescue, …)

    4. Type Pesawat yang kita gunakan serta kriteria pesawat berdasar jenis efek Turbulence yang di hasilkan ketika takeoff.



    Kita memilih Boeing 737-400 untuk penerbangan kita kali ini (B734) dan kriteria pesawat ini yaitu "M" (Medium)." L" Light, "H" Heavy.

    • L/ = Light Wake Vortex (MTOW < 7,000Kgs)
    • M/ = Medium Wake Vortex (MTOW > 7,000Kgs <136,000Kgs)
    • H/ = Heavy Wake Vortex (MTOW > 136,000Kgs)


    5. Jenis Equipment/peralatan Navigasi & Transponder



    Untuk penerbangan kita kali ini yang menggunakan B734, kita memilih peralatan navigasi/komunikasi yang standar/pada umumnya terdapat pada pesawat kita jenis B734 dan Boeing classic pada umumnya (with FMC) yaitu:
    • D = DME (Distance Measuring Equipment)
    • G = GNSS
    • I = INS (Internal Navigation)
    • K = Microwave Landing System (MLS)
    • P = P - RNAV
    • R = RNAV (RNP/RNPC)
    • S = Standard Equipment (VHF Radio, ADF, VOR, ILS Etc)
    • W = RVSM (Reduced Vertical Separation Minima, FL285+)
    • X = MNPS (Minimum Navigation Performance Specification FL285+ in OCA)
    • Y = Radio with 8.33 kHz spacing (Compulsory above FL195)
    • Z = RNP Navigational Authorisation (Field 18 of flightplan then states NAV/xxxx)

    Sedangkan untuk Transponder, kita juga memilih yang standard dan pada umumnya digunakan pada pesawat tipe jet, yaitu tipe "C" (Transponder - mode A - 4096 code's and mode C)

    6. Departure Aerodrome, Departure Time, Route, Destination Aerodrome, EET (estimated time flying) & Alternate Aerodrome



    Kita akan terbang dari Soekarno-Hatta, maka wajib kita isi di sini adalah ICAO Code dari airport tsb yaitu WIII

    Waktu keberangkatan kita adalah UTC Time, serta wajib di isi sesuai dengan jam kita saat ini. (WIB = UTC+7, WITA = UTC+8, WIT = UTC+9), contoh jam kita sekarang ini adalah jam 0725 WIB, waktu keberangkatan dengan ditambahkan ±5 menit untuk preflight/boarding adalah 0730WIB, sesuai UTC time, maka kita isi 0030 (dikurangi 7 jam dari WIB/waktu kita)



    Airport tujuan kita wajib kita isi yaitu Juanda, Surabaya dengan kode ICAO = WARR, dengan perkiraan waktu tempuh kita dari Soekarno-Hatta ke Juanda (WIII to WARR) adalah ± 1 Jam 20 menit, maka EET (estimasi waktu terbang) kita isi 0120. Sedangkan alternate aerodrome atau alternatif Airport, jika airport tujuan kita ternyata "closed", entah karena faktor Cuaca, kedatangan tamu negara atau emergency situation, maka alternatif airport lain selain WARR yang cukup dekat sesuai kapasitas pesawat kita adalah Ngurah Rai Denpasar dengan kode ICAO = WADD



    Route yang akan kita lalui, berhubung kita menggunakan IFR, maka kita wajib mengisi Waypoint & Airways yang akan kita lalui.

    Perlu di ingat, bahwa kita WAJIB menerbangi sesuai route di FLIGHTPLAN yang sudah kita buat. Jadi, jangan kita mengisi route, tapi pada kenyataannya kita terbang DIRECT. IFR hanya mengenal DCT (DIRECT) untuk menghubungkan antar waypoint jika tidak ada airways-nya, bukan dari airport ke airport.

    7. Cruising Speed & Altitude



    Penerbangan ini, kita berencana akan menjelajah udara pada kecepatan Mach 0.75 (sesuai VMo dari pesawat kita) maka kita pilih "M" untuk Mach, dan "075" untuk angka dari 0.75.

    Jenis pesawat lain kita juga bisa memilih "satuan" kecepatan untuk jelajah ini yang lainnya sesuai spesifikasi pesawat masing² yaitu :

    Untuk SPEED, ada K, M dan N.
    K : kode yang digunakan untuk penulisan kecepatan dengan satuan Km/jam
    M : kode untuk kecepatan dalam satuan mach number
    N : kode untuk kecepatan dengan satuan knots

    untuk LEVEL, ada A, F, S dan M
    A : penulisan untuk ketinggia dalam feet. cara penulisan dengan menghilangkan 2 nol di belakang, 2000=A020
    F : penulisan dalam flight level, cara penulisan sama dengan A, 14000=F140
    S : sama dengan kode F, namun digunakan dalam metrik sistem (meter), cara penulisan dengan menghapus 1 nol di belakang.
    M : sama dengan A, namun dalam satuan meter. cara penulisan sama dengan S
    • VFR - untuk jika kita terbang dengan VFR rules (Visual), tidak tentu angkanya

    Jakarta - Surabaya adalah Eastbound, yang sesuai dengan Peraturan Standar Penerbangan di Indonesia, untuk Eastbound kita menggunakan angka ganjil, dan untuk penerbangan ini kita akan terbang di ketinggian jelajah 33.000feet. Berhubung 33.000 feet berada jauh di atas Transition Layer rata2 Indonesia (TRL = FL130 / TA = 11.000 feet), jadi pada FLIGHTPLAN kita, akan kita isi FL330 atau F330

    8. Suplementary Information / Informasi tambahan



    Hal penting yang wajib kita isi di sini adalah :
    • Endurance = Kemampuan pesawat kita untuk terbang, berdasar bahan bakar yang tersedia/kita isikan.
    • Person on board = Jumlah penumpang/pax + Crew

    Note untuk Endurance *Wajib di isi di FP kita !!*
    Jika sebuah B734 dengan spesifikasi dari pabrik yaitu menghabiskan bahan bakar 6000lbs / jam, maka untuk route yang akan kita terbangi sebagai contoh di atas yaitu Jakarta - Surabaya dengan estimasi 1 jam 20 menit, maka akan menghabiskan bahan bakar sekitar 8000lbs. Namun, tentunya kita harus mengisi fuel pesawat kita lebih dari itu untuk berjaga² jika kita disuruh holding di airport tujuan, atau diverting ke Denpasar (WADD) (kurang lebih +40 menit dari Surabaya WARR) maka kita harus mengkalkulasikan kembali fuel tersebut untuk keperluan tersebut kurang lebih untuk penerbangan sekitar 3 jam, yaitu 18000lbs. Maka, di Endurance pada FLIGHTPLAN kita, dengan fuel 18000lbs, kita isi 3 jam atau 0300.

    9. Other Information / Informasi lain



    Kita wajib mengisi PILOT RATING kita seperti contoh pada gambar.

    Quote
    6.3.2 - Before every flight a flightplan must be filed through IvAp/Squawkbox, and write your pilot rating in the Remark field.

    Bagaimana caranya terbang IFR?

    Pada keadaan cuaca yang kurang baik, terutama jarak pandang yang rendah menyebabkan penerbang tidak dapat menerbangkan pesawatnya dengan cara konvensional yaitu VFR (Visual Flight Rules).

    Selain itu kemajuan teknologi penerbangan juga membuat pesawat terbang semakin cepat, terbang semakin tinggi dan sistem navigasi makin canggih. Karena itu penerbang tidak punya waktu atau bahkan tidak bisa menerbangkan pesawat dengan rujukan posisi di darat.

    Lisensi
    Tapi untuk terbang hanya dengan mengandalkan instrument pesawat tidak mudah, diperlukan latihan khusus dan sertifikasi khusus pula. Sertifikat ini disebut Instrument Rating (IR). Seseorang harus memiliki lisensi minimum PPL untuk bisa mengajukan permohonan mendapatkan Instrument Rating.


    Kapan terbang IFR
    Seorang penerbang yang kompeten untuk terbang IFR, dapat terbang secara IFR kapan saja, bahkan pada saat cuaca yang baik dan cerah. Hal ini terutama dilakukan oleh penerbang pesawat jet yang akan terbang tinggi dan perlu dipantau oleh radar ATC, sehingga harus mengikuti aturan-aturan IFR.
    Pada saat cuaca kurang baik, ada keadaan minimum yang memaksa penerbang untuk terbang dengan cara IFR. Keadaan cuaca yang berada di bawah minimum VMC atau tidak memenuhi syarat VMC disebut IMC. Jika syarat keadaan cuaca tidak memenuhi keadaan VMC (Visual Meteorogical Condition), misalnya jarak pandang lebih kecil dari 5 km di bawah ketinggian 10 ribu kaki, maka penerbang tanpa lisensi IR tidak dapat menerbangkan pesawat. Di sinilah kelebihan penerbang dengan lisensi IR.
    Syarat-syarat VFR untuk terbang dengan jarak tertentu dari awan juga tidak berlaku bagi penerbang dengan aturan IFR.


    Bagaimana caranya terbang IFR?
    Lepas landas
    Untuk lepas landas dari sebuah bandar udara, seorang penerbang harus bisa melihat landasan. Dalam aturannya seorang penerbang biasa (bukan penerbang airline/membawa penumpang secara komersial) tidak ada batasan minimum untuk lepas landas dalam keadaan jarak pandang yang berapapun. Tapi seorang penerbang yang aman tidak akan terbang jika keadaan cuaca lebih jelek dari minimum untuk mendarat kembali. Mengapa? Karena jika terjadi sesuatu pada pesawat yang memaksa penerbang untuk kembali ke bandar udara keberangkatan, maka dijamin pesawat bisa kembali.
    Misalnya jika seorang penerbang non komersial dengan Instrumen Rating, terbang dari bandar udara Halim Perdana Kusuma yang memiliki ILS (Instrument Landing System) Cat 1. ILS cat 1 ini mengharuskan laporan cuaca dengan jarak pandang minimum 900 meter. Meskipun secara resmi penerbang tersebut dapat lepas landas dengan jarak pandang kurang dari 900 meter, maka sebagai penerbang yang baik dia tidak akan take off dalam kondisi tersebut karena jika terjadi sesuatu maka dia tidak bisa kembali ke bandar udara Halim.
    Untuk penerbangan komersial, batasannya berbeda dan lebih ketat. Kalau aturan penerbang non komersial mengikuti CASR 91 maka penerbangan komersial akan mengikuti aturan CASR 121 atau 135.

    Saat terbang
    Pada saat terbang, referensi yang dipakai oleh penerbang adalah hanya instrumen pesawat. Pada jaman dahulu pada saat alat navigasi belum canggih, ada awak pesawat, navigator, yang tugasnya menghitung posisi pesawat dengan cara menghitung waktu dan arah kompas pesawat.
    Pada zaman modern ini, alat navigasi sangat canggih, dari radio NDB (Non Directional Beacon) yang sederhana sampai GPS yang menggunakan satelit. Penjelasan tentang radio navigasi akan disediakan di tulisan yang lain.
    Pada intinya, dengan radio navigasi selain GPS, pesawat akan terbang dari satu titik ke titik yang lain dengan mengikuti sinyal radio yang dinamakan VOR (VHF Omni Range) atau NDB.

    Mendarat
    Ada beberapa cara untuk menemukan bandara pada waktu terbang dengan cara IFR. Cara untuk turun dari ketinggian jelajah dan mendarat ini disebut approach.
    Ada dua tipe utama approach:
    1. Non precision approach
    2. Precision approach
    Non Precision Approach
    Non precision approach adalah tipe approach yang menggunakan VOR, NDB atau GPS. Akurasinya kurang bila dibandingkan dengan precision approach.
    Pada waktu melakukan non precision approach, penerbang akan mengikuti sinyal secara horisontal dari radio navigasi dan turun sampai pada ketinggian yang disebut MDA, Minimum Decision Altitude.
    Jika pada ketinggian MDA, penerbang tidak melihat landasan atau dia melihat landasan tapi posisi pesawat tidak sesuai dengan posisi landasan, maka dia harus terbang kembali, tidak boleh mendarat, ini di sebut Go Arround atau Missed Approach.
    Jarak pandang yang dibutuhkan dan MDA setiap bandar udara berbeda, bahkan setiap tipe approach yang berbeda di bandara yang sama, juga bisa berbeda MDA dan jarak pandangnya.

    Precision Approach
    Precision approach membutuhkan alat navigasi yang lebih akurat, yang disebut ILS (Instrument Landing System) atau alat lain seperti MLS (Microwave Landing System). Pada non precision approach, penerbang hanya dipandu secara horisontal, sedangkan pada precision approach, juga ada panduan secara vertikal. Jika pada non precision ada MDA maka di precision approach ada DH (Decision Height). Pada ketinggian ini penerbang harus menentukan bisa melihat landasan atau Go Around. DH lebih rendah nilainya dari MDA. Jadi misalnya MDA untuk VOR approach adalah 500 feet maka DH untuk Cat 1 ILS biasanya adalah 200 feet.
    ILS mempunyai category dari 1 sampai 3.
    DH untuk ILS berbeda-beda menurut kategorinya:
    1. Cat 1 ILS mempunyai DH sampai 200 kaki
    2. Cat 2 ILS mempunyai DH antara 200-100 kaki
    3. Cat 3 ILS mempunyai DH antara 100-50 kaki (Cat 3A) atau bahkan di bawah 50 feet (Cat 3B/C)
    Untuk Cat 3, harus ada kemampuan auto land karena penerbang tidak punya waktu untuk melihat landasan dari 50 kaki (sekitar 17meter)
    Di Indonesia tidak ada MLS dan ILS yang ada hanyalah Cat 1.

    Faktor keselamatan
    Cuaca/awan
    Pada waktu terbang IFR, pesawat boleh memasuki awan. Apakah hal ini aman? Jawabnya tergantung dari awan tersebut. Itulah sebabnya penerbang IFR harus memiliki kemampuan membaca laporan cuaca dan ilmu meteorologi yang cukup. Kalau tidak pesawat akan terjebak di awan hujan/ thunderstorm yang sangat berbahaya pada penerbangan. Salah satu bahayanya adalah windshear. Tulisan tentang windshear dapat anda baca di menu Keselamatan penerbangan.
    Faktor manusia/Human Factor
    Pada waktu terbang dengan hanya mengandalkan instrumen, maka penerbang dilatih untuk mengandalkan mata dan otak, bukan perasaan. Pelajaran ini disebut human factor. Manusia bisa tertipu oleh perasaannya, dan perasaannya tidak sama dengan posisi pesawat.
    Misalkan kecepatan berkurang dengan cepat, maka yang dirasakan penumpang pesawat adalah, pesawat sedang turun. Padahal ketinggian pesawat adalah tetap.
    Penerbang harus melepaskan semua perasaan ini dan percaya pada instrumen untuk mengendalikan pesawat.
    Radio Navigasi
    Radio Navigasi yang ada di darat harus selalu dijaga dan dikalibrasi secara teratur. Jika alat navigasi ini tidak dikalibrasi maka penerbang dapat mengikuti sinyal yang salah. Di Indonesia, kalibrasi dilakukan oleh pemerintah melalui Departement Perhubungan.

    Cara Yang Tepat Membaca Approach Chart

    Berikut adalah cara singkat untuk membaca Approach Chart. Sebagai contoh, saya akan mengambil chart dari Ujung Pandang, untuk ILS approach rwy 13.

    Gambaran keseluruhannya seperti berikut:





    Berikut cara membaca bagian atas dari Approach Chart:



    1. Keterangan ICAO dan IATA dari chart tersebut, serta nama Airport.
    • ICAO=WAAA
    • IATA=UPG
    • Nama Airport=Hasanudin
    2. Course dari ILS tersebut (Heading/Track dari ILS) yaitu 127
    3. Frekwensi dari ATC Approach, Ujung Pandang Director (WAAA_APP) yaitu 120.60 atau 119.40
    4. Keterangan mengenai Glide Slope dari ILS
    • GS=Glide Slope
    • D5.5=D merupakan singkatan dari DME (Distance Measurement Equipment) bisa diartikan jarak dari navigasi tertentu, yang pada bagian ini tertera D5.5 artinya glide slope dimulai dari 5.5 nm sebelum mencapai navigasi ILS tersebut
    • 1500' (1456')=1500' artinya glideslope capture pada ketinggian 1500 feets ASL (Above Sea Level), sedangkan 1456 feets pada AGL (Above Ground Level)
    5. Keterangan nama wilayah dan negara, yaitu Ujung Pandang, Indonesia
    6. Nama dari Approach Chart tersebut, yaitu approach ILS rwy 13
    7. Frekwensi dari ATC Tower, Hasanudin Tower (WAAA_TWR) yaitu 118.100
    8. MSA / Minimum Sector Altitude. Batas altitude terendah yang aman diambil dari suatu VOR tertentu (nanti akan dijelaskan lebih detail)
    9. Keterangan ketinggian/elevasi airport dan ketinggian runway
    • Apt Elev 47'=Ketinggian dari airport tersebut dari permukaan laut adalah 47' (tanda petik artinya dalam satuan feets)
    • RWY 13 44'=Ketinggian dari runway tersebut dari permukaan laut adalah 44'
    10. Transition Altitude 11000', artinya saat kita climbing melewati 11000 feets, QNH (barometer) setting dikembalikan ke standard yaitu QNH 1013
    11. Keterangan decision altitude yaitu ketinggian akhir saat approach ILS dimana pilot menentukan continue landing/go-around
    • ILS DA (H) 344' (300')=Artinya saat established glideslope dari ILS, di ketinggian 344' ASL atau 300' AGL adalah altitude dimana kita menentukan (decide) untuk continue landing atau go-around
    12. Ini adalah procedure untuk melakukan missed approach based on chart.
    13. Keterangan nama dari localizer ILS dan frekwensi nya
    • LOC IUPG=Localizer "IUPG"
    • 111.300=Adalah frekwensi dari ILS IUPG tersebut





    1. Nama ILS, course, frekwensi serta morse nya
    2. Hot Spot: Obstacle tertinggi pada chart tersebut
    3. Missed approach procedure ditandai dengan garis putus-putus. Yaitu turn left heading 305
    4. MM=Middle Marker
    5. Runway yang dituju
    6. VOR MKS dengan keterangan nama VOR Hasanudin, Frekwensi 114.7, disertai morse nya
    7. D5.5=DME 5.5 dari IUPG ILS yang artinya jarak 5.5 nm dari IUPG ILS
    8. D6.0=DME 6 dari MKS VOR yang artinya jarak 6 nm menuju MKS VOR
    9. Gambar dari ILS IUPG
    10. Inbound course IUPG yaitu 127





    Gambar ini adalah approach jika tampak horizontal (dari samping)
    1. 1500' adalah ketinggian yang harus dicapai pada D6.0 MKS VOR, yaitu 1500 feets ASL
    2. D6.0 MKS, sama seperti diatas yaitu jarak 6.0 nm dari MKS VOR
    3. Outbound heading 307
    4. Posisi dari VOR MKS
    5. Ketinggian yang harus dicapai saat melewati VOR MKS yaitu 2500 feets
    6. MM, Middle Marker
    7. Keterangan dari elevasi runway, yaitu 44 feets
    8. Ketinggian dan jarak untuk capture glideslope dari ILS tersebut. Ketinggiannya adalah 1500', jaraknya 5.5 nm dari IUPG ILS
    9. Inbound course ILS yaitu 127

    Prosedur untuk melakukannya kira-kira seperti ini:
    Maintain 2500FT until crossing MKS VOR at 2500FT. After cross MKS VOR, descend to 1500FT and heading 307. Usahakan descend 1500FT tepat pada D6.0 MKS VOR then turn left to intercept localizer ILS rwy 13 inbound course 127 at 1500'. Setelah established localizer, prepare untuk capture glide slope. Flaps for landing, landing gear down, autobrake as required, spoiler arm, cabin announce. Disaat kita mencapai DME 5.5 / D5.5 / jarak 5.5nm dari IUPG ILS, kita masuk Gilde Slope, dan starting descend.





    Gambar diatas merupakan referensi dari

    1. Referensi dari speed, vertical speed, angle dari ILS tersebut dan waktu yang diperlukan untuk mencapai MAP (Missed Approach Point)
    • Gnd Speed-Kts=Ground Speed dalam satuan kts
    • GS=Glide Slope yaitu dengan derajat 2.90 dari permukaan tanah
    • MAP at MM ot D5.5 IUPG to MAP=waktu untuk mencapai MAP (Missed Approach Point) pada MM atau dari jarak 5.5 nm IUPG ke MAP
    2. Ini adalah referensi dari speed, vertical speed dan waktu tempuh sebelum menyatakan missed approach. Baris paling atas adalah Reference Approach Speed yang kita pakai. Misal kita pakai Boeing 737-300, dan tertulis di FMC speed untuk approach 128 dengan flaps full. Maka kita pakai kolom ke empat, yang mana disitu dituliskan speed 120 (cari yang paling dekat dengan speed approach kita). Setelah itu, tetap pada kolom itu, kita bergeser ke baris bawahnya. Disitu kita lihat terdapat angka 624 yg artinya, sesaat setelah sampai pada DME 5.5 (Capture Glideslope) dia akan descend dengan vertical speed 624 (atau bisa dibulatkan 600 feets/minutes). Dan turun lagi ke baris terakhir pada kolom 4, itu adalah waktu tempuh sebelum kita mencapai Missed Approach Point. Jika dalam waktu 2 menit 6 detik ATAU saat mencapai MM (Middle Marker) runway belum tampak akibat cuaca dan mungkin approach belum stabil, disitu adalah point terakhir kita untuk go-around.
    3. Ini merupakan prosedur dari Missed Approach (go-around). Gambar 1 merupakan keterangan lampu runway, REIL, PAPI HIALS. Gambar dua, LT yg artinya Left Turn dan tertulis disitu 2500', maka left turn climb to 2500 feets. Gambar 3, keterangan heading yang harus diikuti yaitu 307.
    4. Baris dari referensi vertical speed saat capture Glide Slope
    5. Baris dari waktu tempuh untuk mencapai MAP

    Sumber dari forum ivao

    Visual Flight Rule


    Pada awal perkembangan dunia penerbangan, navigasi yang digunakan untuk menerbangkan sebuah pesawat hanyalah melihat kompas dan daratan dengan mengikuti tanda-tanda alam seperti sungai, gunung, pantai dan lain-lain. Atau dapat juga dengan mengikuti jalan raya. Jadi misalnya anda menerbangkan pesawat dari Jakarta ke Semarang, maka tanda alam (landmark) yang diikuti adalah pantai utara pulau Jawa. Cara terbang seperti ini mengikuti aturan yang disebut VFR (Visual Flight Rules).

    Image
    terbang menyusuri pantai

    Cara seperti ini punya keterbatasan, yaitu keadaan cuaca dan jarak pandang yang harus bagus. Kecepatan pesawat yang relatif tinggi mengharuskan jarak pandang yang cukup jauh. Dan keadaan cuaca seperti hujan dan kabut dapat mengakibatkan jarak pandang yang berkurang. Kondisi cuaca untuk menerbangkan pesawat dengan aturan VFR disebut VMC (Visual Meteorological Condition).
    Dalam perkembangannya, teknologi penerbangan memungkinkan penerbang untuk menerbangkan pesawat tanpa melihat keluar, hanya mengikuti panduan instrument di dalam pesawat. Cara terbang seperti ini disebut IFR (Instrument Flight Rules). Tentang IFR akan dibahas di bagian Intrument Rating.
    Seorang siswa penerbang atau penerbang dengan hanya lisensi PPL (Private Pilot License) hanya dibolehkan terbang dengan cara VFR.


    Visual Meteorological Condition
    Jarak Pandang (Visibility)
    Di bawah 10 ribu feet
    5 km
    Di atas 10 ribu feet
    8 km


    Pada dasarnya untuk terbang dalam kondisi visual, keadaan cuaca harus cukup baik untuk mempunyai jarak pandang minimum 5 km, untuk terbang di bawah 10 ribu feet. Di atas 10 ribu feet jarak pandang minimum adalah 8 km. Namun perhatikan bahwa tidak boleh ada penerbangan VFR di atas transition altitude 11 ribu feet (di CASR masih tertulis 18 ribu feet, akan dikoreksi kemudian? Wallahua'lam). Mengenai transition altitude ini akan dibahas di pelajaran yang lain.

    Jarak dari awan
    1000 feet di atas awan
    1000 feet di bawah awan
    1500 feet horisontal dari awan
    Image
    Image
    Image
    Jika jarak pandang sudah memenuhi syarat, maka untuk terbang VFR ini kita juga harus menjaga jarak pesawat dari awan. Karena dalam penerbangan VFR tidak diijinkan untuk terbang masuk ke dalam awan.


    Terbang malam hari
    Terbang malam hari dengan aturan VFR tidak diijinkan, Jadi satu-satunya cara untuk terbang pada malam hari adalah menggunakan aturan IFR.

    Peraturan lain untuk terbang VFR


    Bahan Bakar
    Jumlah bahan bakar yang diperlukan untuk terbang VFR adalah bahan bakar yang diperlukan untuk sampai ke tujuan di tambah 30 menit terbang dengan kecepatan normal.


    Terbang dari A ke B=


    Jumlah bahan bakar = (yang dibutuhkan dari A ke B) + (ekstra untuk 30 menit)

    catatan: untuk rotorcraft hanya perlu 20 menit ekstra.


    ATC Flight Plan
    Sebelum terbang, ATC (Air Traffic Controller) harus diberitahu tentang rencana penerbangan ini, dengan mengirimkan ATC flight plan ke briefing office yang biasanya ada di tower bandar udara. Kecuali informasi lain dibutuhkan oleh ATC, flight plan ini harus berisi:
    1. Registrasi atau radio call sign pesawat.
    2. Tipe pesawat, untuk terbang formasi lebih dari satu pesawat dibutuhkan informasi: jumlah pesawat dan tipe masing-masing pesawat.
    3. Nama dan alamat Pilot in Command, atau dalam terbang formasi: nama dan alamat pemimpin formasi.
    4. Tempat dan waktu keberangkatan
    5. Permohonan rute, ketinggian dan kecepatan
    6. Tempat tujuan pertama dan waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke tempat tersebut
    7. Jumlah bahan bakar di pesawat, dalam hitungan jam, misalkan membawa 100 kg untuk 3 jam, maka ditulis 3 jam.
    8. Jumlah orang yang ada di pesawat.
    9. Informasi lain yang dianggap perlu oleh ATC.


    Setelah pesawat terbang sesuai dengan flight plan, maka flight plan ini akan di cancel atau dibatalkan oleh ATC pada saat pesawat mendarat di bandar udara tujuan, dengan syarat fasilitas ATC yang beroperasi di bandar udara tersebut.


    CATATAN PENTING: Hubungi ATC terdekat pada waktu anda sampai di tujuan, untuk membatalkan flight plan. Jika tidak ada laporan mengenai kedatangan anda, normalnya dalam waktu 30 menit tim SAR (Search and Rescue) akan dihubungi oleh ATC.


    ALTITUDE
    Ketinggian terbang yang harus dipilih oleh penerbang adalah tergantung arah kompas dari rute yang dijalani.
    CASR Indonesia menganut sistem Quadrantal yang membagi arah kompas menjadi 4 bagian:
    1. Arah 000°-090° : Ganjil dalam ribuan feet, contohnya 3000ft, 5000 ft
    2. Arah 090°-180° : Ganjil dalam ribuan feet + 500 feet, contohnya 3500ft, 5500 ft
    3. Arah 180°-270° : Genap dalam ribuan feet, contohnya 4000ft, 8000 ft
    4. Arah 270°-000° : Genap dalam ribuan feet + 500 feet, contohnya 4500ft, 2500 ft
    Image

    Contohnya, terbang dari A ke B, membutuhkan arah sekitar 080°, maka ketinggian yang dapat dipilih adalah ganjil dalam ribuan feet: 3000 ft, 5000 ft, 7000 ft, 9000 ft.


    SPECIAL VFR
    Special VFR dapat dibaca pada CASR 91.157. Penulis tidak membahas tentang hal ini untuk penerbangan di Indonesia, karena aplikasinya di Indonesia masih belum jelas bagi penulis. Masih ada masalah unit yang belum di konversi seperti miles yang belum di ubah ke kilometer.
    Tapi sebagai gambaran di USA FAR, perbedaan basic VFR dengan special VFR ini sebagai berikut, (semua penjelasan di bawah tidak berlaku di Indonesia!):
    Di USA, Basic VFR tidak memerlukan ATC flight plan dan ijin (clearance), dan night VFR diperbolehkan. Dengan keterbatasan jarak pandang (3 miles di USA), kadang-kadang sebuah penerbangan VFR diperlukan, oleh karena itu dibuatlah special VFR.
    Dengan special VFR ini, seorang penerbang dapat terbang dengan jarak pandang yang lebih rendah (1 miles) dengan catatan:
    1. Mengisi flight plan dan mendapatkan clearance (ijin) dari ATC
    2. tidak boleh masuk awan tapi batasan 1000 feet dan 1500 feet dari awan tidak berlaku.


    Di Indonesia, penerbangan basic VFR pun membutuhkan clearance. Jadi tidak ada bedanya dengan Special VFR. Di sinilah kerancuan terjadi. Belum ada perubahan sejak US FAR di adopsi oleh CASR.


    Referensi:CASR part 91.151 -91.159 Rev 01. 18 Oct 2001

    Safety Around Helicopter


    Kegiatan sehari-hari yang terus berkutat di sekitar pesawat Heli membuat saya sangat memperhatikan tentang safety around helicopter. Hal ini sebagai sikap untuk mencegah segala kemungkinan accident / incident di sekitar lingkungan kerja saya.

    Sebelumnya saya sangat berterima kasih kepada reken-rekan yang telah memberikan pencerahan lewat website nya tentang hal ini. (Ilmuterbang.com, Helistart.com)

    Tidak diragukan lagi bahwa menerbangkan helikopter itu adalah pekerjaan yang unik, itu sudah saya buktikan sendiri.Sekarang bagaimana kalau jadi penumpang atau sebagai teknisi yang berada di sekitar pesawat heli, apakah ada procedure yang uni juga?

    Kebanyakan penerbangan helikopter adalah penerbangan charter, dimana misinya akan tergantung pada kebutuhan orang atau perusahaan yang menyewa helikopter tersebut. Misi yang sering dilakukan adalah transportasi ke daerah terpencil, air ambulance, aerial photography, pengambilan gambar untuk film, pemetaan, dan lain-lain. Jadi penumpang atau penyewa helikopter harus tahu batasan yang bisa dan yang tidak bisa dikerjakan oleh penerbang helikopter.


    Beberapa Hal yang harus diperhatiakan oleh kita:

    * permintaan yang masuk akal, tidak melewati batasan kemampuan helikopter
    * mendukung keputusan penerbang yang dengan alasan keamanan tidak bisa melakukan manuver tertentu
    * mengetahui:
    1. bagaimana cara masuk dan keluar dari helikopter.
    2. prosedure di darat dan udara.
    3. lokasi dan penggunaan alat keamanan dan survival kit.
    4. prosedur darurat
    5. apa yang diharapkan dari anda selama penerbangan.


    Jika harus masuk atau keluar pada saat helikopter melakukan hover, lakukan dengan perlahan-lahan untuk menjaga keseimbangan helikopter


    Di darat

    * berpakaian sesuai dengan musim.
    * beri informasi pada penerbang mengenai:

    1. berat bagasi anda.
    2. jika memiliki masalah kesehatan.
    3. juga beritahu jika anda mudah mabuk dalam kendaraan.

    * Jangan merokok di dalam dan di sekitar helikopter.
    * Tetap berada di sisi luar helipad ketika helikopter datang atau lepas landas.



    Jaga pakaian dan tutup kepala agar tidak terbang tertiup angin yang datang dari rotor. Jangan mengejar pakaian/topi yang terbang tertiup angin.

    * jaga pakaian dan tutup kepala dari tiupan angin yang datang dari rotor.
    * lindungi mata anda dari debu yang tertiup oleh rotor.

    Lindungi mata anda dari debu yang tertiup oleh rotor. Jika mata anda kemasukan debu, BERHENTI dan tunggu bantuan datang.

    * hindari berada di helipad.
    * tunggu instruksi untuk mendekati atau meninggalkan helikopter.
    * datang dan tinggalkan helikopter ke sisi atau ke depan helikopter, JANGAN pernah ke belakang helikopter.

    Datang dan tinggalkan helikopter ke sisi atau ke depan helikopter, JANGAN pernah ke belakang helikopter. Daerah merah adalah terlarang, kuning hati-hati, hijau adalah yang paling aman


    * kalau mungkin tunggu sampai rotor berhenti berputar.
    * dekati dan jauhi helikopter dari sisi yang lebih rendah (misalnya permukaan tanah yang lebih rendah dari tempat helikopter mendarat) untuk menghindari rotor.

    dekati dan jauhi helikopter dari sisi yang lebih rendah (misalnya permukaan tanah yang lebih rendah dari tempat helikopter mendarat) untuk menghindari rotor.


    * bawa barang di sisi anda, jangan dipanggul atau di atas kepala.

    bawa barang di sisi anda, jangan dipanggul atau di atas kepala atau lebih tinggi dari kepala.



    * jangan melempar barang masuk atau keluar dari helikopter.



    * masukkan barang dan ikat dengan rapi agar tidak bergerak.
    * yakinkan pintu bagasi tertutup dengan rapi dan terkunci.
    * bawa cadangan obat-obatan yang anda perlukan, karena siapa tahu ada kelambatan penerbangan.


    Jangan masuk atau keluar helikopter pada saat mesin baru dinyalakan




    Di dalam Helikopter

    * pakai sabuk pengaman.
    * pakai helem jika ada.
    * jangan ganggu penerbang pada waktu lepas landas, mendarat atau bermanuver.
    * baca cara penggunaan dan pengoperasian pintu, pintu darurat, lokasi ELT (emergency locator transmitter) dan alat darurat.



    Dalam keadaan darurat:

    * ikuti perintah penerbang.
    * jangan membuat penerbang terganggu.
    * periksa jika ada barang yang mudah jatuh/bergerak.
    * pakai helem jika ada.
    * lepaskan kacamata dan masukkan ke kantong.
    * siapkan brace position (posisi membungkuk pada waktu mendarat darurat).

    1. kencangkan sabuk pengaman.
    2. jika ada sabuk yang ke bahu, kencangkan dan duduk tegak, lutut rapat, lengan dilipat di depan dada.
    3. tanpa sabuk yang ke bahu, menunduk sehingga dada anda menempel ke paha, lengan dilipat dibawah paha.




    Setelah mendarat darurat

    * Tunggu aba-aba untuk keluar atau tunggu sampai rotor berhenti berputar.
    * bantu penumpang lain untuk keluar.
    * keluarkan kotak PPPK setelah tidak ada api.
    * kerjakan PPPK.
    * keluarkan ELT, baca cara pakai dan aktifkan.
    * buat kemah sebisa mungkin.
    * usahakan tempatnya terlihat dari udara.
    * jangan pergi jauh dari pesawat.



    Waktu terbang di atas air

    * dengarkan penjelasan penerbang pada waktu briefing (overwater pre flight briefing).
    * pakai pelampung (life vest).
    * harus tahu cara mengikat dan melepaskan sabuk pengaman.
    * tahu lokasi dan cara penggunaan pintu dan pintu darurat.
    * tahu lokasi dan penggunaan ELT.
    * jika ada keadaan darurat (ditching, mendarat di air):

    1. ikuti aba-aba penerbang untuk ditching.
    2. lepaskan kerahh yang ketat.
    3. posisi brace/merunduk pada waktu diberi aba-aba.
    4. Tunggu aba-aba untuk keluar atau tunggu sampai rotor berhenti berputar.
    5. reference position
    6. lepas sabuk pengaman
    7. kembangkan pelampung setelah keluar dari helikopter

    keterangan:
    artikel ini di copy dari www.ilmuterbang.com
    teks diterjemahkan secara bebas dari Safety Around Helicopters, Transport Canada,
    gambar diambil dari poster Safety Around Helicopters, New Zealand CAA.

    Visibility


    Visibility: The ability, as determined by atmospheric conditions and expressed in units of distance, to see and identify prominent unlighted objects by day and prominent lighted objects by night.
    a. Flight Visibility — The visibility forward from the cockpit of an aircraft in flight.
    b. Ground Visibility — The visibility at an aerodrome as reported by an accredited observer.
    c. Runway Visual Range (RVR)— The range over which the pilot of an aircraft on the centerline of a runway can see the runway surface markings or the lights delineating the runway or identifying its centerline.
    Visibility atau jarak pandang sangat penting penggunaannya dalam penerbangan. Dalam sebuah penerbangannya, pilot maskapai kita ilmuterbang airlines, mendapatkan data cuaca terbaru dari ATIS bandar udara Polonia Medan:
    METAR: 2009/09/13 23:30 WIMM 132330Z 000/03KT 6000 FEW016CB BKN017 25/24 Q1010 NOSIG (angka 6000 menunjukkan jarak pandang)
    Dari informasi yang didapat, penerbang dapat mengetahui apakah jarak pandang yang dilaporkan nilainya di atas minima yang dibutuhkan untuk mendarat, dan sebagai informasi kepada pelanggan setia maskapai penerbangan ilmuterbang airlines, dia memberikan pengumuman:
    “Pelanggan yang terhormat, saat ini kita baru saja turun dari ketinggian jelajah 41000 kaki menuju bandar udara Polonia Medan. Cuaca saat ini dilaporkan angin bertiup dari arah utara dengan kecepatan kurang lebih 5 km/jam dan jarak pandang 6000 meter, serta berawan. Kami harap anda menikmati penerbangan kita hari ini dan selamat datang di Medan
    Di bawah ini diuraikan penggunaan visibility dalam penerbangan. Sedangkan tentang minima dibahas dalam artikel berikut: Konsep Minima

    Visibility

    Visibility didapat dari seorang observer yang terlatihVisibility didapat dari seorang observer yang terlatih
    Visibility atau jarak pandang adalah kemampuan melihat jarak horisontal terjauh di mana sebuah objek yang jelas dapat terlihat dengan mata telanjang dan diungkapkan dalam satuan jarak.
    Jadi di Indonesia laporan dari Kantor Meteorologi di sebuah bandar udara akan melaporkan visibility ini dalam satuan meter sedangkan negara lain mungkin menggunakan satuan kaki sebagai satuan jarak pandangnya. Visibility adalah salah satu faktor yang menentukan boleh tidaknya sebuah pesawat terbang atau mendarat di sebuah bandar udara. Minimum visibility dan tingginya dasar awan yang diperlukan disebut minima. Pada laporan ATIS di atas tinggi dasar (permukaan bawah) awan adalah 1700 kaki dari permukaan tanah.
    Visibility di sajikan dalam kelipatan 50 meter jika diramalkan akan lebih dari 800 meter tapi kurang dari 5 km, dalam kelipatan 100 meter jika lebih dari 5 km tapi kurang dari 10 km dan dituliskan 10km jika visibility adalah 10 km atau lebih.





    REKOMENDASI ICAO. - When the visibility is forecast to be less than 800 m it should be expressed in steps of 50 m; when it is forecast to be 800 m or more but lessthan 5 km, in steps of 100 m; 5 km or more but less than 10 km in kilometre steps and when it is forecastto be 10 km, or more it should be expressed as 10 km, except when conditions of CAVOK are forecast to apply. The prevailing visibility should be forecast. When visibility is forecast to vary in different directions and the prevailing visibility cannot be forecast, the lowest forecast visibility should be given.

    CAVOK

    Dalam laporan cuaca sering juga ditulis CAVOK yang berarti Ceiling and visibility OK.
    Ceiling And Visibility OK. Replaces visibility RVR, present weather and cloud if:
    (1) Visibility is 10 km or more
    (2) No cumulonimbus, towering cumulus and no other cloud below 1 500 m (5 000 ft) or below the highest minimum sector altitude, whichever is greater, and
    (3) No significant present weather
    METAR: 2009/09/13 23:30 WIMM 132330Z 000/03KT CAVOK 25/24 Q1010 NOSIG
    Jadi jika cuaca baik maka biasanya laporannya bisa disebutkan dengan kata CAVOK yang berarti:
    1.      Jarak pandang lebih dari 10km
    2.      tidak ada awan CB (Cumulonimbus), Towering CB dan awan lain di bawah 1500 meter (5000 feet) atau dibawah MSA (Minimum Sector Altitude)
    3.      Tidak ada keadaan cuaca yang signifikan.


    RVR

    RVR adalah singkatan dari Runway Visual Range, yaitu jangkauan dimana penerbang di sebuah pesawat di atas landasan dapat melihat tanda-tanda atau lampu-lampu di landasan dan dapat mengenali garis tengah landasan.
    RVR adalah Bukan Visibility. RVR biasanya adalah nilai yang didapat oleh alat yang disebut transmissometer yang biasanya dipasang di sisi landasan.
    Biasanya ada 3 transmissometer yang di pasang di sisi landasan, 2 di masing-masing sisi ujung landasan dan 1 di sisi tengah landasan. Oleh sebab itu dalam laporan cuaca selain disebut nilai RVR juga disebutkan di landasan mana pengukuran tersebut dilakukan.

    Transmissometer, pengukur RVR
    Transmissometer, pengukur RVR

    Konversi RVR ke visibility

    Bagaimana jika seorang penerbang datang ke suatu bandara dan minima yang tertulis di approach chartnya adalah visibility sedangkan laporan cuaca ATIS memberikan angka RVR?
    Di CASR part 91.175.h ada konversi RVR ke visibility. Sayangnya karena CASR ini adalah adopsi dari US FAR dari Amerika Serikat, maka satuan yang dipakai masih feet dan statute mile atau mil. Padahal yang dibutuhkan oleh penerbang kita adalah visibility dalam meter. Semoga dalam revisi selanjutnya nilai ini bisa diberikan dalam meter.
    RVR bukanlah visibility jadi sebaiknya hindari konversi dari tabel ini jika visibility yang kita butuhkan adalah dalam meter, bukan feet ataupun miles. Hubungi ATC, mintalah nilai visibility terbaru.

    RVR
    Visibility
    Meters
    Feet
    Statute miles
    400
    800
    1,000
    1,200
    1,400
    1,600
    2,000
    1,600
    2,400
    3,200
    4,000
    4,500
    5,000
    6,000
    ¼
    ½
    _
    ¾
    _
    1



    Phot-Photo Perkembangan Penerbangan Dunia


    Kitty Hawk
    Dalam salah satu gambar yang paling terkenal dalam sejarah penerbangan, Orville Wright brothers penerbangan, 17 Desember 1903, di Kitty Hawk, North Carolina.
    17 Desember 1903
    Kitty Hawk
    Farman in Flight
    Dalam beberpa kali penerbangan terbesar kedua setelah Wright’, Penerbangan pertama, Henri Farman (1874 – 1958) di penerbangan berjarak satu mil pada 13 Januari 1908, di Issy-les-Moulineaux , Perancis.
    13 Januari 1908
    Farman in Flight
    The Marquis’ Multiplane
    18 November 1908
    The Marquis' Multiplane

    Roshon Multiplane
    Jan 01, 1910
    Roshon Multiplane

    Ellehammer Aircraft
    Pilot dan tiga pembantu di sekitar Yakub Kristen Ellehammer pesawat Hansen, Dänemark I.
    Jan 01, 1905
    Ellehammer Aircraft

    On Epsom Downs
    Apr 11, 1907

    Hang Glider Experiments at Lake Michigan
    Jan 01, 1896

    Circular Multiplane
    Sep 25, 1908
    Circular Multiplane

    On the Wing
    Insinyur Perancis Jules Gastambide dan Mengin Gabriel berdiri di sayap Levavasseur l Gastambide-Mengin pesawat udara .
    Dec 22, 1907
    On the Wing
    Frighten the Horses
    Salah satu Pesawat bermesin depan, dirancang oleh insinyur Perancis Leon Levavasseur.
    01 Jan 1908
    Frighten the Horses
    This Is Not a Toy

    Sumber : http://www.life.com/

    Catatan Kecelakaan Pesawat Tahun 2009



    Tahun telah berganti menyisakan cerita di masa lalu. Ada yang bahagia dan ada juga yang berduka, itulah kehidupan yang tak harus kita sesalkan adanya. Namun apa yang telah menjadi duka sebagai catatan yang kelam di tahun 2009 tidak untuk kita ulangi di masa yang akan datang. Saatnya kita amankan penerbangan Indonesia.

     Catatan kecelakaan pesawat tahun 2009 di Indonesia:


    1. 16 Januari , Pesawat Merpati Nusantara Airlines pecah ban di bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.

    2. 29 Januari, Helikopter Super Puma terguling di lapangan Terbang Pondok Cabe, Kabupaten Tangerang , Banten

    3. 23 Februari, Pesawat Lion Air MD 90 mendarat darurat tanpa roda depan di Bandara Hang Nadim, Batam

    4. 7 Maret, Helikopter latih jenis Hughes C300 HL 4098 Pusdik Penerbang Angkatan Darat, jatuh di tengah tambak kelurahan Tugurejo, Tugu, Semarang, Jawa Tengah

    5. 9 Maret, Pesawat Lion Air MD 90 tergelincir dan terjerembab keluar dari landasan pacu selatan Bandara Internasional Soekarno-Hatta saat mendarat

    6. 23 Maret, Pesawat Sriwijaya Air Boeing 737-200, mengalami gangguan mesin sebelah kiri dan mendarat darurat di Bandara Hang Nadim, Batam

    7. 6 April, Pesawat Fokker-227 TS, hilang kendali dan jatuh menimpa hangar D Aircraft Services PT Dirgantara Indonesia

    8. 9 April, Pesawat PT Aviastar Mandiri , jatuh di pegunungan tengah Wamena, Kabupaten Jayawijaya, dan terakhir

    9. 17 April, Pesawat Mimika Air jenis Pilatus PK-LTJ, jatuh di Gunung Gergaji , Kabupaten Puncak Jaya,Papua.

    10.20 Mei, pesawat Hercules TNI AU di Magetan Jawa Timur 


    11. 18 November,Bolcow NBO 105 milik Badan SAR Nasional (Basarnas) terjatuh ke laut di kawasan Pantai Marina, Kota Semarang, Rabu (18/11)
     
    12. 31 Desember, Pesawat khusus penyemprot hama Fletcher FU 24-950 milik Sinar Mas Grup jatuh pada pukul 08.25 WIB di Bandara Ketapang, Kalimantan Barat

    Semoga tahun 2010 tidak terjadi lagi. Amin


    Fly Pass Dukung Praspa 2009

    Pesawat F-16 Fighting Falcon, taxi akan memasuki shelter setelah melaksanakan terbang fly past di Dermaga Ujung Surabaya, Rabu, (23/12). (Foto: Pentak Lanud Iswahjudi)

    23 Desember 2009, Madiun -- Sejumlah pesawat tempur melaksanakan Fly Past dalam acara Praspa TNI dan Polri 2009. Bertolak dari Landasan Pacu Lanud Iswahjudi, Magetan menuju Dermaga Ujung, Surabaya-Jawa Timur.

    Lanud Iswahjudi mengerahkan sebelas pesawat tempur untuk melaksanakan tugas fly past, dalam rangka memeriahkan acara Praspa TNI dan Polri tahun 2009, Rabu (23/12) di dermaga Ujung, Surabaya.

    Ke sebelas pesawat tempur tersebut terdiri dari tiga jenis yakni F-16 Fighting Falcon dari Skadron Udara 3, F-5 TigerII dari Skadron Udara 14 Lanud Iswahjudi dan Sukhoi Su-30 dari Skadron Udara 11 Lanud Sultan Hasanuddin Makassar, masing-masing empat, empat dan tiga pesawat.

    Semuanya bertolak dari landasan pacu Lanud Iswahjudi, berturut-turut F-16 Fighting Falcon, terdiri dari TS-1603 diawaki oleh Mayor Pnb Ali S. dan Kapten Pnb Apri, TS-1611 Kapten Pnb Anjar, TS-1605 Lettu Pnb Agus dan TS-1602 oleh Mayor Pnb Firman dan Mayor Pnb Mayzir, take off pukul 08.38 waktu setempat.

    Menyusul sesudahnya F-5 Tiger II terdiri dari TS-0514 dipiloti oleh Komandan Skadron Udara 14 Mayor Pnb Budi A. dan Lettu Pnb Arfi, TS-0501 Lettu Pnb Suta, TS-0516 Mayor Pnb Arif dan Lettu Pnb Hendri dan TS-0509 oleh Lettu Pnb Ferel, mengudara pukul 08.10.

    Sukhoi Su-30 fly past. (Foto: detikSurabaya/Zainal Effendi)

    Sedangkan Sukhoi SU-30 terdiri dari TS-3003 dipiloti Komandan Skadron Udara 11 Letkol Pnb Toni dan Mayor Pnb Tamboto, TS-3001 Mayor Pnb Untung S. dan Lettu Baskoro, TS-0305 oleh Mayor Pnb Dedy dan Lettu Pnb Gusti, take off pukul 08.43.

    Usai Fly Past dengan Formasi Box di atas lokasi upacara Praspa Akademi TNI dan Polri dermaga Ujung Surabaya semua pesawat lansung kembali dan landing pada pukul 09.20 untuk F-16 Fighting Falcon, disusul F-5 TigerII pukul 09.32 dan terakhir Sukhoi SU-30 pada pukul 09.51, semua dalam keadaan aman.

    Kepala Dinas Operasi Lanud Iswahjudi Kolonel Pnb Andyawan M.P. saat mengakhiri briefing pagi sebelum penerbangan menyampaikan pesan kepada para pilot yang akan melaksanakan tugas fly past Praspa Akademi TNI dan Polri 2009, agar mengawali kegitan dengan semangat dan diakhiri dengan selamat.

    Airspace And Airport Types

    Class G Airspace
    In September of 1993, the FAA adopted the International Civil Aviation Organization (ICAO) definition of airspace segments. The ICAO classifications of airspace are named A through G. The classification of “F” is not used in the USA.
    NOTE: It will be helpful while studying this section to have a Sectional Aeronautical Chart available. Refer to the front panel of the chart as well as to content of the chart as you study this chapter



    The 3 predominant types of airspace are:
    • Positive Control (Class A) - White
    • Controlled (Class E - Yellow )
    • Uncontrolled (class G) - Magenta
    Class G Airspace

    Class G Airspace

    ATC exercises no jurisdiction over Class G airspace. It is the airspace shown in magenta at left, and generally extends from the ground up to 1200 feet above ground level (AGL). As such it is classified as Uncontrolled airspace.




    ATC exercises some jurisdiction, at varying degrees to all other airspace. Thus all other airspace is classifies as Controlled airspace.

    Class A - Positive Control

    ATC exercises complete control in the Positive Controlled airspace. Jets are the primary user of Class A airspace. It ranges from 18,000 feet (Flight Level 180) to 60,000 feet (FL600). Altitudes 18,000 feet and above are called Flight Levels (FL).
    Class A airspace is not specifically charted on aeronautical charts. Operation is in accordance to Instrument Flight Rules (IFR). The aircraft must be equipped with appropriate IFR instrumentation, including a Mode C altitude reporting transponder. The pilot must be instrument rated. An IFR flight plan is required. ATC exercises full control of route, speed, and altitude. ATC is responsible for aircraft separation in Class A airspace.

    Class E - Controlled

    Class E airspace is from altitude 1200 feet Above Ground Level (AGL) up to 18,000 feet. All airspace from 14,500 feet (MSL) to 18,000 feet (MSL) is Class E. It contains the Low Altitude Victor airway system. These airways are designated on the aeronautical charts as blue lines about 1/16 inch wide, and have numbers like V12, V245, etc. written on them. They are roads in the sky. All Victor airways are Class E extending 6 nautical miles each side of the airway centerline. In mountainous terrain, class G airspace may exist from the surface to 14,500 feet outside the boundaries of the airway. In non-mountainous terrain (such as Eastern US), all the airspace above 1200 AGL is Class E unless specified otherwise.
    ATC exercises no control over flights operating under Visual Flight Rules (VFR) in Class E airspace. Radio communication and transponder are not required. Specific cloud clearance and visibility requirements apply to Class E airspace. These are listed in the chart at the end of this section. ATC does exercise control of aircraft operating under Instrument Flight Rules (IFR). IFR flights must maintain altitudes, routes and speeds a directed by ATC. IFR flights must be capable of communicating with ATC, and must be Mode C Transponder equipped (capable of reporting altitude to the radar scope).
    There are no specific certification requirements, other than normal pilot certificates. Class E airspace may be designated from the surface upward as extension to class B, C, and D airspace (defined later) to accommodate IFR traffic requirements. Class E airspace will extend downward to 700 feet AGL around uncontrolled airports that have published instrument approach procedures.
    These areas around uncontrolled airports where the Class E airspace goes down to 700 feet AGL instead of the standard 1200 feet AGL are depicted on aeronautical charts by a wide shaded magenta colored band around the airport. The reason the Class E airspace extends nearer to the ground is to provide a controlled airspace transition area for aircraft operating IFR and making an IFR approach.

    Class G - Uncontrolled

    Most Class G airspace is that space from the surface up to 1200 feet. However, there are areas in mountainous terrain where airspace outside the Victor Airways is Class G from the ground to 14,500 feet AGL. Class G space may underlie Classes B, C, and D, but has no specific symbol indicated on the chart. The presence of the airspace is implied. Less stringent minimum cloud clearance and visibility requirements apply to VFR flight in Class G space since ATC does not maintain jurisdiction over this airspace. See last page of this section.
    As mentioned in the Class E section, airports with published instrument approached have class E airspace extending down to 700 feet AGL. Obviously, in these areas, Class G only extends from the surface to 700 feet AGL.

    Uncontrolled Airports

    Airports without a control tower are classifies as uncontrolled. Three types of uncontrolled airports are shown below.

    The airport on the right does not have an instrument approach or a control zone around the airport. The airspace overlying this type airport is Class G up to 1200 feet, then Class E above. It is depicted on the charts as a magenta circle (unpaved) or a solid circle with white runways (paved).
    The airport in the middle has a Class E Control Zone around it, depicted by the dotted circle around it. If the line is magenta in color, it is a control zone at an airport where an FAA Flight Service Station (FSS) is on the field but no control tower. The FSS provides airport traffic advisory service. Class E airspace extends down to the surface. The zone is depicted on charts as a dashed MAGENTA circle around the airport. These airports usually have instrument approach procedures as well.
    The airport at left has an instrument approach procedure for the airport. Such airports have a broad lightly shaded magenta band around them. Within the outer edge of the band, Class G airspace only extends up to 700 feet AGL. Class E extends down to 700 feet to provide a transition zone for aircraft making instrument approaches to the airport. The transition area is approximately 5 miles in radius.

    Controlled Airports

    These are airports that have sufficient air traffic to warrant a Control Tower, and in some cases Approach Control and Ground Control Radar. They are used by air carrier operations, and can have a mix of jet, high performance piston and turbine aircraft, as well as smaller single engine aircraft. The control tower is responsible for aircraft separation within its jurisdiction. Certain clearances must be obtained from ATC for operations on the airport surface, and within the controlled airspace around the airport.
    There are 3 Classes of airspace around controlled airports. The type of airspace depends upon the traffic volume and types of flight. These Classes are B, C, and D airspace

    Class D - Airports with Control Tower

    The lowest level of control is at airports with a low volume of traffic. It has a control tower and is depicted on the aeronautical charts as shown below.
    Class D airports are depicted on aeronautical charts by a blue dashed circle around the airport symbol. Within the dashed circle is a number enclosed in a dashed square. This number indicates the top of the Class D airspace, expressed in hundreds of feet (MSL). In the diagram, the top is 4,600 feet MSL This airspace may have a Class E extension as shown in the diagram for an IFR approach transition area.
    The control tower has jurisdiction within the Class D airspace which is 5 Statute Miles radius around the control tower. The top of the Class D airspace extends 2500 feet above the surface of the airport. Two way radio contact must be maintained with the Control Tower while in this airspace. The pilot should contact the control tower prior to entering the airspace.

    Terminal Radar Service Areas (TRSA)

    Some Class D airports have a local radar service called a Terminal Radar Service Area (TRSA). The service is available for conflict resolution and traffic sequencing to departing and arriving aircraft. However contact with the radar is not mandatory and the pilot may decline the service.
    These airports are depicted on the aeronautical charts in the normal Class D manner, but have a dark gray circular line around the airport out at the boundary of the radar service range. Wilmington NC and Augusta Ga. are examples of airports with TRSA. There is no specified regulatory radius for the radar service.

    Class C Airspace (Mandatory Radar)


    Class C airspace has two concentric tiers. The inner circle is 5 nautical mile core area extending to 4000 feet above the surface. It is similar in function to Class D airspace where the tower usually maintains jurisdiction.
    A shelf area with an outer radius of 10 nautical miles surrounds the core area. It extends from 1200 feet AGL to 4000 feet AGL. The airspace is depicted on charts as 2 concentric magenta circles.
    For example, an airport with a surface altitude of 500 feet MSL is depicted above. The left diagram is a side profile of the airspace. The right diagram shows how the airspace is depicted on the aeronautical chart.
    The ceiling of the Class C airspace is 4,500 feet (MSL). This is calculated as runway altitude of 500 feet plus 4000 feet. The floor of the outer shelf is 1,700 feet MSL. (1200 + 500 feet). The space under the shelf is Class G. These altitudes are indicated by 45 over SFC for the core circle, and 45 over 17 on the outer shelf.
    Contact with Approach and Departure Radar Control is mandatory within the core and shelf airspace. During takeoff and landing, the tower and radar controller coordinate their activity. You will be told by either controller when to switch frequency to the other controller. Aircraft must be capable of two-way communication with the radar facility and the tower. A 4096 Altitude Reporting (Mode C) Transponder is required when operating within, under or above Class C airspace.
    Before entering Class C airspace, the pilot MUST establish communication with the radar service. Radio contact with radar and/or tower must be maintained when in this airspace.
    You may request Flight Following Radar Service outside the 10 mile shelf. It may be granted on a workload permitting basis. The service can usually be provided to about a 20 NM radius of the airport.

    Class B - Large Terminal Airports

    Large terminal areas such as the New York, Chicago, and Los Angeles areas have a high volume of air traffic. The airspace around these airports is under rigid control of ATC, and are called Class B airspace.
    AIRCRAFT MUST HAVE ATC CLEARANCE PRIOR TO ENTRY INTO THIS AIRSPACE.


    The airspace is composed generally of three concentric tiers. A core area around the airport is generally is surrounded by two additional shelf areas extending approximately 30 nautical mile radius from the primary airport.
    The core area extends from the surface to 10,000 feet AGL. The second shelf has a wider radius and has both a floor and a ceiling. The ceiling is the same as the inner circle. The floor may vary at differing altitudes in various sections to accommodate smaller airports that underlie the middle tier of airspace.
    The third shelf extends out approximately 30 nm from the airport. It has the same ceiling as the other two tiers, but has a higher floor than the middle shelf. This floor may also be variable in altitude to accommodate airports lying beneath the Class B airspace.
    The actual configuration of the airspace varies to accommodate local operational requirements. The purpose of the Class B structure is to allow large high performance jet traffic to transition down to landing at the airport under IFR procedures, and with positive control and traffic separation.
    Class B operational rules require:
    • Two way radio capable of communication with ATC.
    • Private pilot (or special student certification). Several airports prohibit student operations entirely.
    • Altitude reporting Transponder (Mode C).
    • If operating IFR, an operable VOR or TACAN receiver.
    NOTE: Student pilots must have had training in Class B operations and appropriate sign-off of a Certified Flight Instructor.

    A student may not operate from the following Class B airports.
    Atlanta Hartsfield Airport (GA), Newark Airport (NJ), Boston Logan Airport (MA), Kennedy (NY), Chicago O’Hare Airport (IL), LaGuardia (NY), Dallas/Ft.Worth Airport (TX), San Francisco Airport (CA), Los Angeles Airport (CA), Washington National Airport (DC), Miami Airport (FL), Andrews AFB (MD).

    Mode C Veil

    Around Class B airspace is an area called the Mode C Veil. It is shown as a thin blue concentric line of 30 Nautical Mile radius around the Class B airport. An altitude reporting Transponder (Mode C) is required within this area and when operating under the floor or above the ceiling of the Class B airspace. Radio communication with ATC is not required as long as you stay outside the Class B airspace.

    Special Use Airspace

    A number of “special use” airspace areas exist for various usage. It means that certain activities have been confined to those areas of airspace. Limitations are placed on aircraft operations in these areas which are not a part of the activity. These are:
    • Prohibited areas
    • Restricted areas
    • Warning Areas
    • Military Operations Areas
    • Alert Areas
    • Controlled Firing Areas
    • Military Training Routes
    • Air Defense Identification Zone
    • Temporary Restricted Areas

    Prohibited and Restricted airspace are regulatory use airspace whose rules are defined by FAR Part 73. Warning areas, MOA’s, Alert Areas, National Security Areas, and controlled firing areas are non-regulatory special use airspace.

    Prohibited Areas

    These are areas over which flight by civilian aircraft is prohibited by FAA Regulation. Operation within such an area can be justification for military interception or other action. The area around the White House in Washington DC is an example. The symbol is a blue feathered box shown at right with the words Prohibited in or near the box.

    Restricted Areas

    These are designated areas in which flight, although not totally prohibited, are subject to certain restrictions. These areas denote the existence of unusual, often invisible, hazards to aircraft. Such activities may be artillery firing, aerial gunnery, or guided missiles. Penetration of these areas without authorization of the controlling agency may be extremely dangerous. They are marked on the charts by blue feathered boundaries.
    An identifying number such as R-5306 will be listed near or within the area. A listing on the bottom of the aeronautical chart identifies the area by number, and indicates the location of the area, the altitude limits of the space, the time of use, and the name of the controlling agency. It is good practice to plan to avoid such areas. If penetration of such an area is planned, the controlling agency should be consulted as to the status of activity in the area prior to any penetration.

    Warning Areas

    These are areas outside the 3 mile limit from shore in international airspace. They are similar to Restricted Areas. Activities which are unusual or may be dangerous to aircraft may be in progress. They cannot however be designated as Restricted Areas since they are over international waters
    Warning areas are also identified by a blue feathered box with a number (such as W-74). Information concerning these areas is listed on the aeronautical charts in the same section as Restricted Areas. One should treat a Warning Area the same as a Restricted area, and follow the same procedures.

    Military Operation Areas (MOA)

    MOA's consist of airspace of defined vertical and lateral limits for the purpose of separating certain military training activities and IFR traffic. They are depicted by magenta colored feathered areas similarly to Prohibited, Restricted and Warning areas. They are denoted by names such as Beaufort MOA within or near the MOA-defined area. ATC can grant clearance to IFR traffic through an MOA if adequate IFR separation can be assured. If not, ATC will restrict routing IFR traffic through the area.
    Most military training activities necessitate acrobatic or abrupt maneuvers. Pilots operating under VFR should exercise extreme caution whole flying in an MOA when military activity is being conducted. Military pilots on officially designated operations are exempt from conducting aerobatic maneuvers on the regions of Victor Airways.
    VFR pilots should maintain caution when flying through an MOA when it is active. Pilots should contact a Flight Service Station (FSS) within 100 miles of the MOA to obtain real-time report of activity within the MOA. Prior to entry, pilots should contact the controlling agency for traffic advisories. Information about MOAs is listed in the same location on the aeronautical chart as the Restricted and Warning area information. The data is printed in Magenta.

    Alert Areas


    Alert areas are shown on charts to inform pilots of areas where intensive pilot training or other types of unusual aerial activity may take place. The area is depicted in a similar manner to the other special use areas, but indicated by a blue outline with the area crosshatched as shown.

    Controlled Firing Areas

    These areas contain operations such as artillery firing. They are not marked on charts, and pilots need not avoid. Spotter aircraft, radar or ground personnel monitor for aircraft in the area, and firing is suspended immediately upon the approach of aircraft.

    Military Training Routes

    Military training routes are used by high speed military aircraft conducting low and medium level high speed training activity. The routes above 1500 feet AGL are designed to be flown mostly under IFR rules. They may occur in either IFR or VFR meteorological conditions. The routes at 1500 feet and below are generally developed to be flown under VFR rules. Flight visibility must be 5 miles or more, with ceilings 3000 feet or more.
    MTR’s with no segment above 1500 feet will be designated by a 4 digit number; i.e. IR 1206, VR 1207. Routes that include one or more segments above 1500 feet are designated by 3 digit numbers; i.e. IR206, VR207.
    The routes are shown on aeronautical charts are gray in color, and will have numbers like IR718 or VR4003. Vigilance should be observed when operating near or crossing an MTR. Contact FSS within 100 miles to obtain current information on the activity along the MTRs. Give FSS your altitude and route of flight and destination when requesting MTR information.

    Temporary Restricted Areas

    The FAA may publish temporary restricted areas that may be due natural disaster, or other events, in which unauthorized civilian flight is inadvisable or may interfere with rescue or relief efforts. These temporary restrictions are published through the system called “Notices To Airmen” (NOTAMS). They are disseminated through the FAA Flight Service Stations. Contact FSS prior to any flight which may be in the vicinity of such events as air crashes, earthquake damage, floods, etc.

    Airspace Rules

    The various types of airspace have rules concerning weather limitations and equipment requirements for operation in the given airspace. The listing below summarizes these requirements.

    Standard VFR Cloud Clearance and Visibility

    Hereinafter, reference will be made to standard VFR Rules for Cloud Clearance and Visibility. These are:

    Visibility Above Cloud Below Cloud Horizontal
    Below 10,000 ft. 3 1000 ft 500 ft 2000 ft
    Above 10,000 ft. 5 1000 ft. 1000 ft. 1 SM.
    VFR Cloud Clearance and Visibility Rules

    Class A Airspace Rules

    • Operations - Instrument Flight Rules Only
    • ATC Clearance Required - Yes
    • Radio Contact Required - Yes
    • Minimum Pilot Qualifications - Instrument Rating
    • Mode C Altitude Encoding Transponder Required - Yes
    • Cloud Clearance Requirements - None (IFR Rules apply)

    Class B Airspace Rules

    While in Class B airspace, the following rules apply.
    • Operations Permitted - IFR and VFR
    • ATC Clearance Required - Yes
    • Radio Contact Required - Yes
    • Minimum Pilot Qualifications - Private (Student if Signed-Off)
    • Mode C Altitude Reporting Transponder required - Yes
    • Cloud Clearance Requirements below 10,000 ft. - Clear of Clouds
    • Cloud Clearance Requirements above 10,000 ft. - Standard VFR
    • VFR Visibility Requirements below 10,000 ft. - Standard VFR
    • VFR Visibility Requirements above 10,000 feet - Standard VFR

    Class C Airspace Rules

    While in Class C airspace, the following rules apply.
    • Operations Permitted - IFR and VFR
    • ATC Clearance Required - IFR - Yes : VFR - No
    • Radio Contact Required - Yes
    • Minimum Pilot Qualifications - Student
    • Mode C Altitude Reporting Transponder required - Yes
    • Cloud Clearance Requirements below 10,000 ft. - Standard VFR
    • Cloud Clearance Requirements above 10,000 ft. - Standard VFR
    • VFR Visibility Requirements below 10,000 ft. - Standard VFR
    • VFR Visibility Requirements above 10,000 feet - Standard VFR

    Class D Airspace Rules

    While in Class D airspace, the following rules apply.
    • Operations Permitted - IFR and VFR
    • ATC Clearance Required - IFR -Yes: VFR - No
    • Radio Contact Required - Yes
    • Minimum Pilot Qualifications - Student
    • Mode C Altitude Reporting Transponder required - No
    • Cloud Clearance Requirements below 10,000 ft. - Standard VFR
    • Cloud Clearance Requirements above 10,000 ft. - Standard VFR
    • VFR Visibility Requirements below 10,000 ft. - Standard VFR
    • VFR Visibility Requirements above 10,000 feet - Standard VFR

    Class G Airspace Rules

    While in Class G airspace, the following rules apply.
    • Operations Permitted - VFR
    • ATC Clearance Required - No
    • Radio Contact Required - No
    • Minimum Pilot Qualifications - Student
    • Mode C Altitude Reporting Transponder required - No
    • Cloud Clearance Requirements below 10,000 ft. - Clear of Clouds (Day) : Standard VFR (night)
    • Cloud Clearance Requirements above 10,000 ft. - Standard VFR (day and Night
    • VFR Visibility Requirements below 10,000 ft. - 1 SM (day): 3 SM (night)
    • VFR Visibility Requirements above 10,000 feet - Standard VFR (day and night)

    Share

    Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More