MENGEMBANGKAN Lanud Suryadarma menjadi bandara komersial bertaraf internasional, bertujuan bukan dalam rangka mengajak bersaing atau berkompetisi dengan daerah lain. Akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memberikan alternatif rasional sesuai kajian ilmiah, terlepas dari intervensi politis.
"Ini menyangkut investasi dan kepentingan regional maupun nasional. Jadi kajian ilmiah rasional harus dikedepankan. Daerah mana yang dipilih, tentunya harus didukung oleh kajian ilmiah agar penetapan bandara tidak salah pilih," ungkap Bupati Subang, Eep Hidayat.
Meski demikian, dalam mengajukan usulan, Pemkab Subang tidak semata-mata hanya mengejar ambisi daerah saja. Akan tetapi melihat pula potensi riil dan daya dukung berbagai fasilitas yang dimiliki Lanud Suryadarma. Hasil kajian yang telah dilakukan, pengembangan Lanud Suryadarma menjadi bandara internasional sangat layak. "Setiap daerah pasti menginginkan kehadiran bandara, termasuk Subang. Keberadaan bandara ini bisa memacu percepatan gerak pembangunan Subang dan sekitarnya, termasuk peningkatan ekonomi masyarakat. Walaupun ini bukan projek Subang tetapi Subang siap mendukung bila usulan kami direalisasikan," ujarnya.
Cukup Strategis
Kepala Bappeda Kab. Subang H. M. Machri didampingi Kabid Fisik, Besta mengungkapkan, letak geografis Kab. Subang, khususnya Lanud Suryadarma di Kec. Kalijati cukup strategis. Itu bisa diukur dari jarak, cukup dekat dengan ibu kota provinsi (Bandung) maupun ibu kota negara (Jakarta). Artinya bisa memenuhi persyaratan jarak ideal suatu bandara dari pusat kota antara 35 mil - 50 mil atau sekira 50 km - 75 km. Jarak ideal ini sesuai dengan jarak Lanud Suryadarma dari Kota Bandung. Waktu tempuh Bandung - Subang sekira 58 km atau setara satu jam perjalanan, Subang - Jakarta sekira 161 km sama dengan dua atau tiga jam. Subang juga dilintasi jalan utama, berupa jalan negara (Jakarta - Cikampek - Subang - Cirebon), jalan provinsi (Bandung - Subang - Purwakarta - Jakarta) dan jalan kereta api (Jakarta - Subang - Cirebon). Kenyataan ini membuat posisi Lanud Suryadarma menjadi mudah dijangkau, baik dari arah barat (Bekasi, Karawang dan Purwakarta), selatan (Bandung, Cianjur dan Sumedang) maupun arah timur (Cirebon, Indramayu, Kuningan dan Majalengka). Apalagi bila didukung dengan rencana pengembangan jalan tol. Apabila ini bisa direalisasikan keuntungannya, posisi Subang nantinya berada di wilayah segitiga pengembangan jalan tol provinsi Jabar. Tol Cikampek - Cirebon disebelah Utara, Cikampek - Cileunyi sebelah barat dan Cileunyi - Cirebon di sebelah Timur.
Demikian pula dengan ketersediaan lahan yang menjadi faktor utama pada pengembangan bandara komersial di Jabar. Melihat persyaratan ini, Pemkab Subang menilai lokasi Lanud Suryadarma di Kec. Kalijati Subang sangat ideal. Pasalnya lanud telah memiliki potensi pengembangan bandara, di antaranya luas areal yang ada saat ini sekira 508 ha milik lanud dan telah bersertifikat, bisa diperluas menjadi 1.000 ha karena di sana ada lahan milik negara. Keberadaan lahan negara ini membuat kemungkinan konflik lahan dalam pengembangan bandara bisa dieliminasi (sangat kecil). Selain itu keberadaan luas tanah itu juga merupakan faktor penting dalam mendesain bandara, mulai dari konfigurasi terminal, pemilihan bentuk terminal, jenis run ways/landasan serta jenis bandara (komersial/militer).
Pangkalan TNI AU Suryadarma yang sebelumnya bernama Pangkalan TNI AU Kalijati merupakan pangkalan udara militer pertama di Indonesia, memiliki latar belakang sejarah yang tidak bisa dipisahkan saat berlangsungnya perlawanan terhadap kedudukan kekuatan Belanda dan Jepang. Lanud (lapangan udara) merupakan produk militer pemerintah kolonial Belanda, lahir bersamaan dengan dibentuknya Proef Vliiegh Afdeling (PVA) atau bagian penerbangan percobaan pada tanggal 30 Mei 1914.
Ketika itu pembentukan PVA ini, tidak dilakukan bersama pendirian kekuatan udara. Pasalnya pimpinan teras KNIL menganggap belum merasakan manfaat dari kekuatan udara, sebagai satuan senjata. Namun belakangan PVA tertarik mewujudkan kekuatan udara dengan melakukan pembelian pesawat terbang air (amfibi) atau Glen Martin sebanyak dua buah dari Amerika Serikat, ditempatkan di Pangkalan Udara Air (Sea Base) Tanjung Priok. PVA rupanya masih tetap berkeinginan dapat memiliki pesawat-pesawatnya yang mampu melakukan pendaratan di permukaan tanah. Keinginan ini diwujudkan dengan upaya diberikannya roda pada pesawat Glen Martin dan dibangun lapangan udara Kalijati, sekaligus sebagai lapangan udara pertama di Hindia Belanda. Pada waktu itu kondisi landasan masih sangat sederhana, berbentuk sebidang lapangan rumput dengan beberapa bangunan terbuat dari bambu serta hanggar sebagai tempat parkir pesawat juga belum ada.
Untuk lebih menyesuaikan dengan kondisi masa itu dan seiring berkembangnya penerbangan, PVA berubah nama menjadi Vliegafdeling. Perubahan nama kembali terjadi menjadi Luchvaar-tafdeling, yang sebetulnya merupakan bagian dari pembagian tugas, yaitu Vliegdients atau dinas penerbangan dan Technise Dients atau dinas teknik.
Tanggal 1 Januari 1940 diresmikan perubahan Luchaartafdeling menjadi Militarie Luchvaart sebagai satuan unsur dari kesenjataan KNIL. Dalam mendukung Militaire Luchaart ditingkatkan menjadi pangkalan udara lembaga pendidikan penerbangan dan diselenggarakan Vliegschool atau sekolah penerbang dan Waarnemerschool atau sekolah penerbang pengintai.
Bersamaan dengan diakuinya kedaulatan RI oleh pemerintahan Belanda, tanggal 27 Desember 1949, menjadikan seluruh fasilitas penerbangan diserahkan kepada pemerintah RI. Peristiwa itu sekaligus menandai pertama kalinya fasilitas pangkalan digunakan pemerintah RI. Fasilitas tersebut, antara lain lapangan terbang, pesawat-pesawat serta sarana pendukung penerbangan. Melalui SK KSAU No. 57/45/Pen/KS/52, di mana sejak tanggal 1 April 1954 Lanud Kalijati menjadi Lanudsat penyelenggara pendidikan AURI. Kemudian berdasarkan SK Kasau No. SKEP/96/VIII/2001, tanggal 7 September 2001, Lanud Kalijati berubah nama menjadi Pangkalan TNI AU Suryadarma, sebagai langkah awal dalam menyongsong tugas baru yang diemban dan dilaksanakan masa-masa mendatang. Pergantian nama ini juga untuk mengenang jasa pejuang Komodor udara Rd. Suryadi Suryadarma, sebagai perintis tumbuh dan berkembangnya Angkatan Udara RI. Apalagi Suryadi Suryadarma pernah tercatat sebagai instruktur penerbang pada waktu Lanud Kalijati masih dikuasai pemerintah Hindia Belanda.
Lanud Kalijati (Suryadarma) dulu berbeda dengan sekarang, seperti diungkapkan Komandan Lanud Suryadarma diwakili Mayor Pnb. Sukur potensi lahan milik Lanud Suryadarma saat ini seluas 508 hektar masih bisa diperluas karena terdapat areal tanah negara. Demikian pula dengan panjang landasan pacu yang ada sepanjang saat ini 1.300 m atau 1,3 km dan dapat pula menjadi 4.300 m atau 4,3 km, sesuai dengan standar panjang landasan internasional.
Dia mengungkapkan faktor cuaca tidak akan menjadi kendala, sehingga pesawat dapat take off dan landing setiap saat. Manuver pesawat pun bisa leluasa karena wilayahnya datar, juga jauh dari perbukitan. Kemudian Lanud Suryadarma telah memiliki tower bertarap internasional, termasuk hanggar baru berukuran besar, mampu menampung pesawat Boing 707. Ini merupakan kelebihan yang dimiliki Lanud Suryadarma dibanding lanud lain yang ada di Jawa Barat. Dengan pertimbangan itu semua, jajaran TNI AU Lanud Suryadarma menyatakan kesiapannya apabila terpilih dikembangkan menjadi bandara komersial bertaraf internasional. (yoesoef adji/”PR”)***
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Ps Frens komentarmu sangat berarti bagi kemajuan dan keselamatan Penerbangan Indonesia."shArE aND think IT diFFerent"
Note: Only a member of this blog may post a comment.