Empat dekade yang lalu, pendapatan perkapita penduduk Indonesia setara Korea Selatan, Thailand bahkan China dan Malaysia. Meskipun sama-sama dalam kualitas ekonomi, namun Indonesia memiliki kelebihan dibanding negara-negara tersebut dalam hal sumberdaya alam. Namun, beriring pergantian dekade demi dekade, hingga saat ini Indonesia telah ketinggalan dalam bidang ekonomi. Kini negara-negara yang miskin kekayaan alam itu sudah jauh meninggalkan Indonesia baik ekonomi, pendidikan hingga militer.
Salah satunya adalah China, negeri Tirai Bambu. Berdasarkan data Center for Strategic and International Studies (CSIS*) tahun 2006, China merupakan negara dengan jumlah militer terbesar di dunia yang terdiri dari 2.255.000 tentara aktif, 800.000 pasukan cadangan serta 3.969.000 paramiliter [lihat 20 Negara dengan Jumlah Militer Terbesar). Selain jumlah militer, China memiliki kekuatan persenjaaan yang tangguh. Secara mandiri, cerdas dan berani, China kini mampu membuat pesawat tempur sendiri dengan perpaduan teknologi militer Rusia, China dan Amerika Serikat.
Pesawat Jian-10 (Fighter-10), merupakan pesawat tempur buatan China (foto: Xinhua)
Pada November 2008, di Zhuhai, Guangdong - China, mengadakan Pameran Dirgantara dan Penerbangan Internasional ke-7. Ikut dalam pameran tersebut adalah Boeing Amerika Serikat, Airbus Prancis, Bombardier Kanada, Embraer Brazil, China Aviation Industry Corporation, Pengembang Jet J-10 and FBC-1. Disamping itu, Perussahaan Teknologi dan Sains Dirgantara China yang mengembangkan Pesawat Luar Angkasa Shenzhou-7 yang membawa roket Long March II-F, turut menampilkan 100 produk dan teknologi modern luar, termasuk modul orbit Shenzhou-7 dan turunannya. Dan salah satu atraksi pesawat militer China adalah pesawat tempur J-10.
Pesawat Tempur Jian-10, Kebangkitan Militer China di DuniaJian-10 (J-10) atau Fighter 10 merupakan pesawat tempur buatan China yang mampu beroperasi dalam berbagai kondisi cuaca. Dari segi kemampuan serangan, J-10 sudah lengkap dalam melakukan serangan udara-udara maupun udara-darat. Varian pertama dirancang sejak 1982 dengan alokasi 500 juta yuan. Jumlah J-10 yang sedang dan telah diproduksi hingga saat ini antara 120-160 unit. Pesawat tempur J-10 ini didesain oleh Institut Design Pesawat Terbang Chengdu dan diproduksi oleh Perusahaan Pesawat Terbang Chengdu AVIC. Pesawat tempur seri pertama telah digunakan oleh PLA Air Porce atau PLA-AF (Angkatan Udara Tentara Pembebas Rakyat China atau TNI AU-nya China) sejak 2003 silam.
Harga per satu unit J-10 adalah USD 28 juta (280 miliar rupiah) untuk kebutuhan lokal serta USD 41 juta (410 miliar) untuk harga ekspor termasuk suku cadang dan maintance. J-10 khusus untuk single-seat fighter (1 orang awak), sedangkan untuk dua awak dalam seri J-10S. Dan Februari 2009 ini telah diproduksi single-seat fighter varian terbaru yakni J-10B.
Langkah “IPDN” China
Proyek pembuatan J-10 dimulai pada pertengahan dekade 1980-an. Sebenarnya proyek serupa sudah dimulai di Indonesia sejak berdirinya Industri Pesawat Terbang Nurtanio di tahun 1976 dan terus berkembang hingga sebelum krisis dan pada akhirnya harus “di-break” ketika krismon 1998. Yang berbeda adalah China tetap konsisten untuk mengembangkan industri militernya dengan tujuan utama membuat pesawat tempur yang dapat menghadang F-16 dan MiG-29.
Pada mulanya, pengembangan J-10 dibantu oleh Israel dalam sisi teknologi pesawat berbobot ringan, desain aerodinamis, sistem kontrol “fly-by-wire” (juga diterapkan oleh Habibie di era 90-an). Seteleh Tragedi Tiananmen, mulai 1990-an China diembargo oleh Amerika dan Barat. Pertengahan dekade 90-an, Rusia membantu pengembangan dan menyuplai mesin turbo jet AL-31F sebagai mesin pendorong jet
Dan pada akhirnya, 22 Maret 1998, J-10 berhasil terbang dengan 6 unit prototipeny untuk PLA Air Force. Dan selama 5 tahun pengujian, test dan training, akhirnya Maret 2003 J-10 lulus pengujian untuk menjadi pesawat militer di China. Dioperasikan secara remsi untuk kekuatan militer China pertama kali pada Juli 2004 di Armada Udara Prov Yuanan. Sedangkan seri dua awak J-10S baru resmi di tahun 2005
Dan selama 2004 hingga 2006, sekitar 100 unit sampel berpenumpang 1 awak dan 2 awak yang sudah diserahkan ke PLA-AF. Dan diperkirakan China membutuhkan sekitar 300 pesawat tempur untuk kebutuhan Angkatan Udara China. Kecanggihan dan harga yang lebih murah membuat negara-negara di Dunia mulai sangat tertarik untuk memesan pesawat J-10 ini, seperti Paskitan, Iran dan Thailand. Dan pada Maret 2007, Kepala Stap Angkatan Udara Pakistan memesan 32 hingga 40 unit J-10 fighter yang akan dikirim pada tahun ini (2009).
Dengan pengembangan riset yang terus menerus serta pasca kemampuan China mengirim awak ke luar angkasa, maka kemampuan teknologi militer China sudah dapat “mulai” disejajarkan dengan Amerika dan Rusia. Dan J-10 sendiri memiliki sistem radar, misil, teknologi yang tidak kalah dengan pesawat tempur MiG, Sukhoi ataupun F-16. Seperti disebutkan diatas, J-10 dirancang dengan kemampuan untuk menyerang di udara (udara ke udara) dan ke darat (udara ke darat). Misil serta persenjataan sudah terintegrasi dengan pesawat tempurnya.
Pelajaran dari Negeri PandaDari sejarah perkembangan persenjataan udara China khususnya pesawat tempur J-10, ada beberapa hal yang dapat kita pelajari dan pahami dari militer China. Pertama untuk membuat sebuah pesawat tempur secara mandiri diperlukan waktu sekitar 20 tahun. Dan para pemimpin China telah memahami dan memutuskan proyek perencanaan jangka panjang di bidang militer dan juga diberbagai bidang lain terutama ekonomi. Pola pembangunan jangka panjang inilah yang sangat dibutuhkan oleh negara kita agar maju, bukan dengan program-program jangka pendek seperti peningkatan belanja pegawai ataupun program BLT.
Kedua, kepintaran pemimpin China untuk negoisasi kerjasama pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dari berbagai kemungkinan yang ada. Dan dalam setiap kerjasama investasi, China selalu menerapkan syarat agar negara bersangkutan untuk melakukan transfer teknologi ke perusahaan China. Dengan cara seperti itu, maka kemandirian negara baik di bidang ekonomi, militer maupun politik akan semakin kuat.
Ketiga, dengan memproduksi pesawat tempur sendiri maka China saat ini sudah bisa melepaskan diri dari ketergantungan dari Barat. Embargo bukanlah sesuatu yang menakutkan bagi pemimpin China. Hal ini sangatlah kontras dengan Indonesia, ketika mendengar embargo.. maka kebijakan politik pun bisa diubah dari “Pertamina menjadi Exxon“. Dan semestinya pemerintah seperti dirintis oleh Habibie mau mengembangkan kembali PT DI untuk mencukupi kebutuhan militer kita. Dan pada 2007 silam, PT Pindad berhasil membuat kendaraan Panser buatan Indonesia setelah mendapat “tekanan” Wapres JK.
Keempat, dengan memproduksi pesawat secara mandiri, maka teknologi dan industri pendukung akan terdongkrak. Dorongan penguasaan teknologi akan memtriger perguruan tinggi dan lembaga penelitian melakukan riset dan penelitian yang berkualitas dan tepat guna. Selain industri teknologi berkembang, maka kualitas riset pendidikan pun akan meningkat. Disisi lain, negara mampu menghematan devisa impor hingga belasan triliun. Untuk 300 unit J-10, setidak-tidaknya China menghemat sekitar 12 miliar dollar (120 triliun) devisa impor.
Dan semoga dari pelajaran tersebut, pemerintah kedepan berani mengambil kebijakan untuk membesarkan industri pertahanan strategis seperti PT PAL, PT Pindad, dan PT DI yang telah dibangun di era Menristek Habibie. Dan saya yakin..Indonesia pasti bisa….
Salam Perubahan,21 Mei 2009, ech-nusantaraku
Sumber Referensi dan Gambar:
Xinhua
SinoDefence
0 comments:
Post a Comment
Terima Kasih Ps Frens komentarmu sangat berarti bagi kemajuan dan keselamatan Penerbangan Indonesia."shArE aND think IT diFFerent"
Note: Only a member of this blog may post a comment.